| dc.description.abstract | Wilayah  Tengger  adalah  tempat  yang  dianggap  suci  oleh  kerajaan 
Majapahit.  Pada  masa  Hayam  Wuruk  wilayah  ini  dibebaskan  dari  pajak 
kenegaraan  dan  dianjurkan  untuk  menjalankan  ritual–ritual  keagamaan  yang 
fungsinya  untuk  menjaga  harmoni  antara  masyarakat  adat  Tengger  dengan 
lingkungan  sekitarnya.  Oleh  karenanya  Tradisi  yang  berkembang  dalam 
masyarakat  hingga  saat  ini  merupakan  sebuah  bagian  dari  budaya  peninggalan 
Majapahit  yang  masih  terus  bertahan,  serta  bisa  memberi  petunjuk  tentang 
kehidupan  masa  lampau  khususnya  kehidupan  tradisional  semasa  kerajaan–
kerajaaan Hindu–Buddha. Kepercayaan dan tradisi lama yang merupakan warisan 
dari  nenek  moyang  tersebut  oleh  masyarakat  dilestarikan  dalam  bentuk  tradisi. 
Tradisi  Karo  merupakan  hari  raya  terbesar  kedua  bagi  masyarakat  Tengger  yang 
diselenggarakan pada bulan kedua (mangsa karo) kalender Tengger. Tradisi Karo 
ini  merupakan  wujud  ucapan  terima  kasih  masyarakat  Tengger  kepada  Sang 
Hyang Widiwasa  yang telah menciptakan 2 makhluk berbeda  yaitu laki–laki dan 
perempuan (kekarone) sebagai leluhur mereka.  
Permasalahan  dalam  penelitian  ini  adalah:  (1).  Bagaimanakah  kondisi 
geografi,  sosial  budaya  dan  awal  mula  tradisi  karo  di  Desa  Ngadisari  Tengger 
Probolinggo.  (2).  Bagaimanakah  dinamika  (perubahan,  perkembangan,  dan 
kesinambungan)  yang  terjadi  pada  Tradisi  Karo  di  desa  Ngadisari  Tengger 
Probolinggo  pada abad X hingga tahun 2010? (3). Usaha-usaha apa sajakah yang 
di  lakukan  oleh  masyarakat  dan  Pemerintah  Kabupaten  Probolinggo  dalam 
melestarikan  Tradisi  Karo  di  Desa  Ngadisari  Tengger  Probolinggo  ?.  Penelitian 
ini  bertujuan  (1).  Untuk  mengkaji  secara  mendalam  mengenai  kondisi  geografi 
dan  sosial  budaya  serta  awal  mula  tradisi  karo  di  Desa  Ngadisari  Tengger Probolinggo.  (2).  Untuk  mengkaji  secara  mendalam  mengenai  dinamika  atau 
perubahan, perekembangan, dan kesinambungan yang terjadi pada Tradisi Karo di 
desa  Ngadisari  Tengger  Probolinggo  dalam  kurun  waktu  abad  X  hingga  tahun 
2010.  (3).  Untuk  memaparkan  secara  komprehensif  tentang  usaha-usaha  yang 
dilakukan  Masyarakat  Tengger  dan  Pemerintah  Daerah  dalam  rangka  pelestarian 
Tradisi Karo yang ada di desa Ngadisari Tengger Probolinggo.   
Metode  penelitian  yang  digunakan  adalah  metode  penelitian  sejarah 
dengan  langkah-langkah  heuristik,  kritik,  intreprestasi  dan  historiografi.  Penulis 
juga  menggunakan  pendekatan  antropologi  geografi,  antopologi  budaya  dan 
sosiologi  agama  dengan  teori  fungsional  struktural  dan  teori  konflik.  Penulis 
melaksanakan  penelitian  kurang  lebih  selama  3  bulan  di  lokasi  penelitian  dan  3 
bulan  dibeberapa  instansi  pemerintah  seperti  diantaranya:  (1)  Perpustakaan 
Universitas  Jember;  (2)  Perpustakaan  Fakultas  Keguruan  dan  Ilmu  Pendidikan 
Universitas  Jember;  (3)  Perpustakaan  Fakultas  Sastra  Universitas  Jember;  (4) 
Dinas  Pariwisata  kabupaten  Probolinggo;  (5)  Perpustakaan  Daerah  dan  Badan 
Kearsipan  kabupaten  Probolinggo;  (6)  Kantor  BPS  Kabupaten  Probolinggo;  (7) 
Kantor Desa Ngadisari Tengger Probolinggo 
 Hasil  penelitian  dan  pembahasan  menunjukan  adanya  dinamika  yang 
meliputi  kesinambungan  dan  perulangan  pada  tradisi  karo  di  wilayah  Ngadisari 
serta  terjadi  pula  perkembangan  dan  perubahan  dalam  pelaksanaaannya. 
Perubahan  dan  perkembangan  yang  terjadi  meliputi  beberapa  hal  diantaranya 
Perubahan Nilai Religiusitas dalam Tradisi Karo, Pergeseran Fungsi Tradisi Karo 
dalam Kehidupan Masyarakat Ngadisari, Perkembangan Tata Cara Ritual Karo di 
Desa  Ngadisari  serta  Pandangan  dan  Motivasi  Masyarakat  Tengger.  Kemudian 
pada usaha–usaha masyarakat dan pemerintah yang lebih berperan penting dalam 
melestarikan  tradisi  karo  sendiri  adalah  masyarakat  Tengger  khususnya  yang 
tinggal  di  Desa  Ngadisari.  Sedangkan  usaha-usaha  pemerintah  kabupaten 
Probolinggo  sendiri  lebih  banyak  fokus  pada  aspek  pariwisata  dan  bukan  usaha 
pelestariannya. | en_US |