Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Keluarga dan Faktor Pelayanan Kesehatan Terhadap Pemberian Makanan Bayi dan Anak Usia 6-23 Bulan (Analisis Data SDKI 2017)
Abstract
Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) merupakan praktik pemberian zat gizi yang tepat dan salah satu strategi dalam peningkatan kualitas tumbuh kembang balita utamanya dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak. Secara global, sebanyak 45% kematian balita disebabkan oleh kondisi malnutrisi pada anak dan salah satu penyebab dari kondisi tersebut ialah rendahnya praktik PMBA. Rendahnya praktik PMBA disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks, dimana mencakup keterbatasan akses pelayanan kesehatan, faktor sosial ekonomi yang dimiliki masyarakat, maupun faktor demografis tempat tinggal masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara faktor demografi, faktor sosial ekonomi keluarga, dan faktor pelayanan kesehatan terhadap praktik PMBA usia 6-23 bulan berdasarkan analisis SDKI 2017. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional menggunakan data sekunder dengan desain studi cross-sectional. Penelitian ini menggunakan data SDKI 2017 untuk mengetahui hubungan faktor sosial ekonomi dan faktor pelayanan kesehatan terhadap PMBA usia 6–23 bulan. Eligible sample pada penelitian ini sebanyak 4529 anak. Teknik analisis data menggunakan uji regresi logistik sederhana dengan tingkat signifikansi 5% (0,05). Variabel bebas pada diteliti yaitu kawasan wilayah tempat tinggal masyarakat, faktor sosial ekonomi keluarga yang meliputi tingkat kekayaan, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, pendidikan ayah, pendidikan ibu dan faktor akses pelayanan kesehatan yaitu akses pelayanan kesehatan dan kunjungan antenatal care (ANC). Adapun variabel terikat pada penelitian ini adalah praktik PMBA. Hasil penelitian menunjukan praktik PMBA pada penelitian ini lebih banyak pada kategori tidak sesuai rekomendasi (63,6%), lebih dari separuh responden berada dalam KBI atau Kawasan Barat Indonesia (57,9%), tingkat kekayaan terbanyak yaitu miskin (46%); sebagian besar ayah memiliki pekerjaan (99,2%); lebih dari separuh ibu tidak memiliki pekerjaan (59,2%); pendidikan ayah dan ibu terbanyak pada tingkat pendidikan menengah (58,3% dan 56,8%), lebih dari separuh responden tidak memiliki masalah dalam akses (65%); dan kunjungan ANC responden sebagian besar tergolong lengkap baik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 43 Tahun 2016 yaitu ≥4 kali kunjungan (89,6%) maupun berdasarkan Permenkes No. 6 Tahun 2024 yaitu ≥6 kali kunjungan (77,1%). Berdasarkan hasil analisis, variabel yang memiliki hubungan secara signifikan dengan PMBA adalah kawasan wilayah tempat tinggal. Pada faktor sosial ekonomi yang berhubungan secara signifikan dengan praktik PMBA adalah variabel tingkat kekayaan, pendidikan ibu, dan pendidikan ayah. Adapun faktor akses pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan praktik PMBA adalah variabel kunjungan ANC. Dari hasil penelitian ini diharapkan bagi dinas kesehatan untuk memastikan kesiapan ibu dalam praktik PMBA dengan pemberian edukasi terkait PMBA berbasis bahan pangan lokal, advokasi, monitoring, dan evaluasi program ANC, pemberdayaan juga pelibatan tokoh masyarakat maupun kader posyandu dalam upaya mempromosikan praktik PMBA. Bagi ibu diharapkan untuk memberikan makanan bergizi dengan pemanfaatan pangan lokal, melakukan konseling secara rutin melalui program ANC di fasilitas kesehatan terdekat. Saran bagi peneliti selanjutnya yaitu meneliti variabel lain seperti keterlibatan ayah atau variabel pengetahuan dan sikap ibu dalam melaksanakan praktik PMBA, juga menggunakan pendekatan kualitatif sehingga informasi terkait praktik PMBA lebih luas cakupannya.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2231]