Show simple item record

dc.contributor.authorNovi Anoegrajekti
dc.contributor.authorAgus Sariono
dc.contributor.authorSunarti Mustamar
dc.date.accessioned2013-10-03T03:11:52Z
dc.date.available2013-10-03T03:11:52Z
dc.date.issued2013-10-03
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/1245
dc.descriptionInfo lebih lanjut hub: Lembaga Penelitian Universitas Jember Jl. Kalimantan No.37 Jember telp. 0331-339385 Fax. 0331-337818en_US
dc.description.abstractSejarah gandrung yang panjang menyisakan catatan bahwa kesenian milik komunitas Using ini selalu berhadapan dengan kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Pasar (kapitalisme), birokrasi, dan agama telah sejak lama menjadi kekuatan-kekuatan yang menghegemoni kesenian tradisi ini. Penelitian ini membahas pertarungan antarkekuatan-kekuatan hegemoni gandrung tersebut dalam kerangka memperebutkan representasi identitas Using. Pembahasan dimulai dengan terlebih dahulu menelaah hubungan antara gandrung dengan komunitas Using dan deskripsi mengenai pertunjukan gandrung. Ada dua kategori pertarungan yang meskipun saling berkaitan. Pertama, pertarungan dalam menentukan teks pertunjukan menyangkut lagu, musik, tari, pembabakan, dan struktur pertunjukan. Kedua, pertarungan memperebutkan makna representasi identitas Using yang berpengaruh pada penentuan teks pertunjukan. Dari seluruh bahasan tentang pertarungan tersebut dapat dilihat beberapa hal penting. Pertama, bahwa sebagai proses kebudayaan, kekuatan-kekuatan hegemoni itu terwujud dalam sebuah inkorporasi dengan posisi yang berbeda. Dengan merujuk pada konsep Williams, pasar sebagai yang paling mendominasi dalam hegemoni gandrung menjadi budaya dominan, konservasi tradisi sebagai budaya residual karena bertahan dengan menghidupkan kembali makna, nilai, dan norma yang telah ditinggalkan, sedangkan Islam sebagai sesuatu yang baru menjadi budaya emergent. Kedua, bahwa hegemoni adalah wilayah pertarungan yang berlangsung dinamis dan tidak stabil. Dominasi sebagai posisi terpenting dalam hegemoni akan tidak dikenali ketika penetrasinya semakin meluas dan tekanan dari kekuatan yang lain terus meningkat. Ketiga, bahwa representasi identitas merupakan wilayah pertarungan pemaknaan yang kemudian menyebabkan identitas itu sendiri lebih merupakan konstruksi dan proyek (politik) penciptaan yang karena itu diskursif, retak, dan terus berubah. Penelitian ini dilakukan di Banyuwangi selama rentang waktu dua tahun. Metode penelitian menggunakan metode etnografi. Metode ini bersifat holistik integratif yang bertujuan untuk mendapatkan data-data atas dasar native’s point of view. Data dikumpulkan dengan teknik observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan studi pustaka. Akhirnya, dengan pembahasan tentang pertarungan memperebutkan representasi identitas Using, penelitian ini menjelaskan bagaimana politik kebudayaan beroperasi di tingkat mikro, tempat hegemoni, resistensi, invensi dan konstruksi mewujudkan diri. Penelitian ini juga akan menunjukkan bagaimana sebuah kesenian berkembang di tengah kebudayaan plural dan masyarakat multi-etnis yang berada dalam perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. Bagaimana politik identitas dibangun dan diartikulasikan di ruang publik yang kompleks. Kata Kunci : --- kekuatan hegemoni, representasi identitas, kebudayaan pluralen_US
dc.description.sponsorshipDP2M-2011en_US
dc.publisherFak. Sastraen_US
dc.subjectKesenian Gandrungen_US
dc.subjectIdentitas Usingen_US
dc.subjectKomodifikasi Dan Politik Kebudayaanen_US
dc.titleKesenian Gandrung Dan Identitas Using: Komodifikasi Dan Politik Kebudayaanen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record