Kesenian Gandrung Dan Identitas Using: Komodifikasi Dan Politik Kebudayaan
Date
2013-10-03Author
Novi Anoegrajekti
Agus Sariono
Sunarti Mustamar
Metadata
Show full item recordAbstract
Sejarah gandrung yang panjang menyisakan catatan bahwa kesenian milik komunitas Using ini selalu berhadapan dengan kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Pasar (kapitalisme), birokrasi, dan agama telah sejak lama menjadi kekuatan-kekuatan yang menghegemoni kesenian tradisi ini.
Penelitian ini membahas pertarungan antarkekuatan-kekuatan hegemoni gandrung tersebut dalam kerangka memperebutkan representasi identitas Using. Pembahasan dimulai dengan terlebih dahulu menelaah hubungan antara gandrung dengan komunitas Using dan deskripsi mengenai pertunjukan gandrung. Ada dua kategori pertarungan yang meskipun saling berkaitan. Pertama, pertarungan dalam menentukan teks pertunjukan menyangkut lagu, musik, tari, pembabakan, dan struktur pertunjukan. Kedua, pertarungan memperebutkan makna representasi identitas Using yang berpengaruh pada penentuan teks pertunjukan.
Dari seluruh bahasan tentang pertarungan tersebut dapat dilihat beberapa hal penting. Pertama, bahwa sebagai proses kebudayaan, kekuatan-kekuatan hegemoni itu terwujud dalam sebuah inkorporasi dengan posisi yang berbeda. Dengan merujuk pada konsep Williams, pasar sebagai yang paling mendominasi dalam hegemoni gandrung menjadi budaya dominan, konservasi tradisi sebagai budaya residual karena bertahan dengan menghidupkan kembali makna, nilai, dan norma yang telah ditinggalkan, sedangkan Islam sebagai sesuatu yang baru menjadi budaya emergent. Kedua, bahwa hegemoni adalah wilayah pertarungan yang berlangsung dinamis dan tidak stabil. Dominasi sebagai posisi terpenting dalam hegemoni akan tidak dikenali ketika penetrasinya semakin meluas dan tekanan dari kekuatan yang lain terus meningkat. Ketiga, bahwa representasi identitas merupakan wilayah pertarungan pemaknaan yang kemudian menyebabkan identitas itu sendiri lebih merupakan konstruksi dan proyek (politik) penciptaan yang karena itu diskursif, retak, dan terus berubah.
Penelitian ini dilakukan di Banyuwangi selama rentang waktu dua tahun. Metode penelitian menggunakan metode etnografi. Metode ini bersifat holistik integratif yang bertujuan untuk mendapatkan data-data atas dasar native’s point of view. Data dikumpulkan dengan teknik observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan studi pustaka.
Akhirnya, dengan pembahasan tentang pertarungan memperebutkan representasi identitas Using, penelitian ini menjelaskan bagaimana politik kebudayaan beroperasi di tingkat mikro, tempat hegemoni, resistensi, invensi dan konstruksi mewujudkan diri. Penelitian ini juga akan menunjukkan bagaimana sebuah kesenian berkembang di tengah kebudayaan plural dan masyarakat multi-etnis yang berada dalam perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. Bagaimana politik identitas dibangun dan diartikulasikan di ruang publik yang kompleks.
Kata Kunci : ---
kekuatan hegemoni, representasi identitas, kebudayaan plural
Collections
- LRR-Hibah Fundamental [144]