Show simple item record

dc.contributor.authorSITI AISYAH
dc.date.accessioned2013-12-24T05:43:44Z
dc.date.available2013-12-24T05:43:44Z
dc.date.issued2013-12-24
dc.identifier.nimNIM090720101050
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/12402
dc.description.abstractPerbankan Syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat memberikan kontribusi yang maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional. Salah satu sarana pendukung vital adalah adanya pengaturan yang memadai dan sesuai dengan karakteristiknya. Pengaturan tersebut di antaranya dituangkan dalam Undang-Undang Perbankan Syariah. Pembentukan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi kebutuhan dan keniscayaan bagi berkembangan lembaga tersebut. Pengaturan mengenai Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang mengakomodasi karakteristik operasional Perbankan Syariah, dimana, di sisi lain pertumbuhan dan volume usaha Bank Syariah berkembang cukup pesat. Guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus memberikan keyakinan kepada masyarakat dalam menggunakan produk dan jasa Bank Syariah, dalam UndangUndang No 21 Tahun 2008 Perbankan Syariah ini diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah maupun UUS yang merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional. Adapun prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yaitu kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim. dan menggunakan sistem antara antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperolah keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) Seiring dengan perkembangan industri perbankan syariah yang antara lain ditandai dengan semakin beragamnya produk perbankan syariah dan bertambahnya jaringan pelayanan perbankan syariah, maka Good Corporate Governance pada industri perbankan syariah menjadi semakin penting untuk dilaksanakan. Pelaksanaan Good Corporate Governance pada industri perbankan syariah harus berlandaskan pada lima prinsip dasar. sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah. Pertama, transparansi (transparency), Kedua, akuntabilitas (accountability). Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility). Keempat, profesional (professional). Kelima, kewajaran (fairness). Sekarang sudah dikeluarkan PBI yang spesifik menekankan perlunya penerapan GCG pada perbankan, yaitu PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. PBI ini juga berlaku bagi bank syari’ah yang artinya perbankan syari’ah juga diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip GCG dalam pengoprasian kegiatannya. Namun sejak tahun 2010, PBI No, 8/4/PBI/2006 sudah tidak berlaku lagi bagi bank syari’ah. Sebagai gantinya, telah dikeluarkan PBI No.11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah. Latar belakang dikeluarkannya PBI ini adalah bahwa pelaksanaan GCG di dalam industri Perbankan syari’ah harus memenuhi prinsip syari’ah. Ada 3 komponen dasar yang harus dipenuhi oleh perbankan syari’ah, Pertama Perbankan syariah harus menerapkan kegiatan operasional usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah, yang kedua bahwa Perbankan syari’ah diwajibkan pula untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik sesuai Pasal 34 UU N0 21 Tahun 2008, selain itu yang ketiga adalah sesuai dengan PBI No.11/33/PBI/2009 pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) di industri perbankan syariah juga harus memenuhi prinsip syariah (sharia compliance). Ketidak sesuaian tata kelola bank (Good Corporate Governance) dengan prinsip syariah akan berpotensi menimbulkan berbagai risiko terutama risiko reputasi bagi industri perbankan syariah. Terdapat perbedaan pada level prinsip dan operasional antara bank konvensional dan bank syari’ah yang memerlukan tambahan dibidang GCG untuk menciptakan perbankan syari’ah yang sehat. Perbedaan tersebut adalah : (i) GCG perbankan konvensional diatur dan dikembangkan secara bebas nilai (sekular) dengan mengesampingkan aspek akuntabilitas kepada Allah SWT. (ii) Pentingnya jaminan pelaksanaan kepatuhan pada prinsip syari’ah dan ketentuan dalam setiap kegiatan usaha bank syari’ah. (iii) Perbedaan posisi nasabah bank syari’ah yang umumnya menggunakan prinsip mudharabah sehingga lebih mirip sebagai quasy equity holder. Namun dengan hak dan kewajiban yang berbeda dengan pemegang saham. Bahwa dalam pengembangan GCG perbankan syari’ah diperlukan pula rujukan norma yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadits yang dapat dijadikan faktor keunggulan antara lain untuk pengembangan etika dan sistem pengawasan berbasis pengawasan dari dalam diri sendiri (Ihsan). Selain itu karena citra islami yang melekat pada institusi perbankan syari’ah maka stakeholders perbankan syari’ah juga menjadi lebih luas yaitu mencakup pula umat muslim secara umum, hal ini antara lain karena ada hak umat yang melekat pada lembaga bank khususnya mustahik yang terkait dengan permasalahan zakat yang dikelola bank serta citra islami yang diemban oleh bank dimana umat secara umum akan terugikan bila bank syari’ah mengalami kegagalan usaha atau melakukan kecurangan yang dapat merusak citra islami secara umum. Untuk itu Tatakelola perusahaan yang baik di dalam perbankan syari’ah seharusnya mengakomodir prinsip-prinsip syari’ah sesuai dengan konsep sistem ekonomi hukum islam yang telah mengaturnya tidak hanya asal menggunakan tatakelola perusahaan yang baik yang telah ada (baca: yang sudah berlaku di bank onvensional) karena ada perbedaan secara prinsip dan operasional diantara keduanya. Maka penting bagi pembuat undang-undang sebelum membuat sebuah Undang-Undnag dan atau aturan pelaksanaannya untuk memperhatikan dengan seksama metode memformulasikan ajaran hukum islam tersebut kedalam sistem hukum Indonesia.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090720101050;
dc.subjectYURIDIS PRINSIP-PRINSIP SYARI’AH DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERBANKAN SYARI’AHen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS PRINSIP-PRINSIP SYARI’AH DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERBANKAN SYARI’AH THE ANALYSIS YURIDIS OF SYARI’AH PRINCIPLES AND THE GOOD CORPORATE GOVERNANCE IN SYARI’AH BANKINGen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record