Implikasi Pengubahan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUUXX/2022 dalam Tata Hukum Indonesia
Abstract
Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan penting dalam
memutuskan sengketa yang berkaitan dengan konstitusi dan hukum di suatu
negara. Dugaan pengubahan putusan MK dapat merusak integritas dan kredibilitas
MK sebagai lembaga independen yang menjaga konstitusi dan hukum. Hal ini
dapat mengancam legitimasi MK dan memengaruhi kepercayaan masyarakat pada
sistem hukum. Situasi semacam ini dapat menyebabkan gangguan dalam stabilitas
politik dan memicu panggilan untuk reformasi dalam sistem peradilan. Dalam
kasus konkret, dugaan perubahan substansi putusan MK No. 103/PUU-XX/2022
melibatkan beberapa pihak, termasuk hakim konstitusi dan panitera, dan
menunjukkan pentingnya menjaga integritas lembaga peradilan tertinggi. Skripsi
ini bertujuan untuk mengetahui, apakah pengubahan putusan MK dalam konteks
skandal pemalsuan putusan dapat dibenarkan dari segi hukum dan etika dan
menganalisis dampak hukum dari perubahan putusan MK terhadap sistem hukum
Indonesia, keabsahan putusan Mahkamah Konstitusi, dan hak-hak individu yang
terpengaruh. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe penelitian
hukum, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan
konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (Case Approach).
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan substansi dalam Putusan
MK Nomor 103/PUU-XX/2022. Proses identifikasi perubahan ini dilakukan
melalui perbandingan antara pernyataan dalam sidang dengan teks risalah dan
salinan putusan di situs Mahkamah Konstitusi. Perubahan substansi dalam
putusan, terutama perubahan frasa dari "Dengan Demikian" menjadi "Ke Depan,"
dianggap tidak dapat dibenarkan. Namun, implikasi dari perubahan ini terkait
dengan larangan terbitnya peraturan pelaksana baru pada undang-undang strategis
dan berdampak luas, sebagaimana diatur dalam putusan tersebut, masih belum
sepenuhnya jelas. Selain itu, perubahan ini memiliki dampak serius pada berbagai
aspek sistem hukum dan peradilan, termasuk prosedur pemberhentian hakim
konstitusi, pelaksanaan hukum dalam kasus serupa, posisi hakim konstitusi dalam
sistem hukum, dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi di mata publik.
Kesimpulannya, Perubahan substansi dalam Putusan MK Nomor 103/PUUXX/2022, terutama perubahan frasa dari "Dengan Demikian" menjadi "Ke
Depan," dianggap tidak dapat dibenarkan. Dampak dari perubahan ini meluas ke
berbagai aspek sistem hukum dan peradilan, termasuk prosedur pemberhentian
hakim konstitusi, pelaksanaan hukum dalam kasus serupa, kedudukan hakim
konstitusi dalam sistem hukum, dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi di mata
publik. Untuk mengatasi situasi ini, diperlukan langkah-langkah yang mencakup
aspek etis dan hukum, termasuk memberikan sanksi kepada individu atau pihak
yang terlibat dalam perubahan tersebut. Transparansi dalam penanganan kasus ini
menjadi kunci dalam menjaga integritas Mahkamah Konstitusi dan memastikan
pemahaman yang jelas oleh masyarakat tentang keputusan yang diambil.
Kemungkinan perbaikan atau klarifikasi terhadap putusan juga perlu
dipertimbangkan dengan cermat, selalu mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]