dc.description.abstract | Penelitian ini bermula dari adanya kekhawatiran atas perkembangan AI
Generatif yang memberi pengaruh terhadap hak kekayaan intelektual, maka muncul
permasalahan mengenai status kepemilikan ciptaan yang masih kerap menimbulkan
perdebatan bagi para praktisi dan akademisi. Hal ini mengarah kepada pernyataan
mendasar yakni apakah gambar yang dihasilkan AI Generatif berhak mendapatkan
kepemilikan Hak Cipta, mengingat menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta (Selanjutnya disebut UU Hak Cipta) yang disebut sebagai
Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang bukan program komputer. Tujuan
umum dari penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar
Sarjana Hukum. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kepastian hukum pengaturan kepemilikan Hak Cipta atas gambar yang
dihasilkan dari AI Generatif di Indonesia; perbandingan pengaturan kepemilikan
Hak Cipta atas gambar yang dihasilkan dari AI Generatif di Amerika Serikat dan
Inggris; dan pengaturan ke depan tentang kepemilikan Hak Cipta atas gambar yang
dihasilkan dari AI Generatif di Indonesia. Permasalahan yang hendak dikaji oleh
penelitian ini yaitu: kepastian hokum pengaturan kepemilikan Hak Cipta atas
gambar yang dihasilkan dari AI Generatif di Indonesia; perbandingan kepastian
hukum kepemilikan Hak Cipta atas gambar yang dihasilkan dari AI Generatif di
Amerika Serikat dan Inggris; dan pengaturan ke depan tentang kepemilikan Hak
Cipta atas gambar yang dihasilkan dari AI Generatif di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan
perundang-undangan, konseptual, dan studi perbandingan. Penelitian ini
menggunakan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai bahan hukum
primer, literatur hukum sebagai bahan hukum sekunder, dan literatur ilmiah nonhukum sebagai bahan non-hukum.
Kajian pustaka dalam penelitian ini terdiri dari penjelasan mengenai konsep
Kepastian Hukum, Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, dan AI Generatif. Kajian
pustaka digunakan sebagai pijakan konseptual dalam menganalisis isu hukum
sebagaimana terdapat dalam rumusan masalah.
Hasil pembahasan atas rumusan masalah yang ada yakni, Pertama,
peraturan kepemilikan Hak Cipta atas gambar yang dihasilkan AI Generatif di
Indonesia masih belum memiliki kepastian hukum karena peraturan terkait AI
belum diatur secara lex specialis di Indonesia. Di mana peraturan terkait AI hanya
dikaitkan dengan UU ITE yang apabila diinterpretasikan AI termasuk ke dalam
agen elektronik. Dikarenakan AI Generatif bukan merupakan subjek hukum, maka
tidak dapat dibebani pertanggungjawaban hukum dan kepemilikan Hak Cipta.
Kedua, berdasarkan hasil perbandingan UU Hak Cipta AS dan Inggris, kedua
negara tersebut memiliki kebijakan berbeda yang mana AS menolak tegas perlindungan Hak Cipta atas karya buatan AI sedangkan Inggris memberikan
perlindungan Hak Cipta atas karya buatan AI kepada pengembang AI. Ketiga,
pengaturan ke depan tentang kepemilikan Hak Cipta atas gambar yang dihasilkan
dari AI Generatif di Indonesia perlu segera direalisasikan oleh pemerintah, yang
mana UU Hak Cipta Indonesia perlu ditambahkan pasal yang mengatur mengenai
karya kreasi buatan AI.
Kesimpulan dari penelitian ini yakni, Pertama, Dalam UU Hak Cipta
Indonesia yang diakui sebagai pencipta yang berhak atas kepemilikan Hak Cipta
suatu karya hanya perseorangan (naturlijk persoon) dan badan hukum
(rechtspersoon). Sehingga terkait kepemilikan Hak Cipta atas gambar yang
dihasilkan dari AI Generatif belum memiliki kepastian hukum; Kedua, dalam
regulasi Hak Cipta di AS, AS menolak memberikan kepemilikan Hak Cipta atas
karya yang tidak murni dibuat oleh manusia atau ada campur tangan dari AI.
Sedangkan, Inggris memberikan kepemilikan Hak Cipta atas karya yang dihasilkan
AI kepada pengembang dari AI itu sendiri. Karena bagaimanapun juga, AI tidak
akan ada tanpa campur tangan manusia (pengembang sistem). Ketiga, untuk
menghadapi problematika kepemilikan Hak Cipta atas gambar yang dihasilkan dari
AI Generatif di masa mendatang, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah
tegas untuk membuat peraturan yang mengatur mengenai kepemilikan Hak Cipta
atas gambar yang dihasilkan AI Generatif. Agar tidak salah langkah dalam
membuat kebijakan, maka pemerintah dapat meninjau terlebih dahulu bagaimana
implementasi UU Hak Cipta negara lain yang mengatur mengenai kepemilikan Hak
Cipta karya kreasi hasil AI seperti AS dan Inggris. Penelitian ini menyajikan
beberapa saran, diantaranya, Pertama, bagi Pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia: Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia seyogyanya dapat merevisi UU Hak Cipta dengan
menambahkan pasal pada Pasal 37A Bab IV tentang Pencipta yang berbunyi
bahwa: (1) “Dalam hal ciptaan yang melibatkan AI Generatif, maka yang disebut
sebagai pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang karyanya telah
dipublikasikan dan digunakan sebagai data masukan AI Generatif dalam
menghasilkan gambar”. (2) “Kecuali diperjanjikan lain pemegang Hak Cipta atas
ciptaan yang dibuat oleh AI Generatif dalam perjanjian lisensi antara pencipta asli
dan pengembang AI Generatif”; Kedua, bagi Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual (DJKI): sebagai upaya penegakan hukum kekayaan intelektual di
Indonesia, DJKI perlu melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi serta
memberikan fasilitas kepada para seniman atau pekerja seni terkait regulasi
pendaftaran kepemilikan hak cipta atas gambar yang dihasilkan dari AI Generatif
untuk menghindari terjadinya pelanggaran hak cipta; Ketiga, bagi Masyarakat:
Masih maraknya kasus pelanggaran hak cipta gambar yang dihasilkan dari AI
Generatif di Indonesia mencerminkan bahwa masyarakat masih banyak yang belum
memiliki kesadaran akan pentingnya hak cipta atas gambar yang dihasilkan AI
Generatif sehingga diharapkan masyarakat mengikuti sosialisasi dan edukasi yang
diadakan oleh pemerintah atau DJKI sebagai upaya peningkatan pemahaman
pentingnya hak cipta terkait gambar yang dihasilkan dari AI Generatif. . | en_US |