PRINSIP BAGI HASIL AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH (The Profit Shering Expense Mudharabah On Syariah Banking)
Abstract
Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 dan kemudian diberlakukannya Undang-undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka perbankan syariah lahir sebagai
salah satu alternatif untuk mendororng tumbuh kembangnya perekonomian
nasioanal terhadap persoalan pertentangan antara bunga dan riba, karena bank
syariah merupakan salah satu lembaga keuangan / perbankan yang beroperasi
tanpa bunga dengan menggunakan sistem lain yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah.
Pembiayaan bagi hasil menggunakan prinsip syariah berupa mudharabah
yang merupakan pembiayaan yang dananya diberikan 100% oleh pihak bank
kepada nasabah sebagai pengelola dana tersebut, jika terdapat keuntungan atau
kerugian maka hal itu akan dibagi menurut perbandingan / nisbah yang disepakati
pada awal akad. Nisbah tidak ditentukan secara mutlak baik dalam peraturan
perbankan Indonesia maupun dalam syariat Islam. Pemerintah memberikan
keleluasaan pada bank untuk menentukan kisaran besaran nisbah sendiri.
Bank akan menanggung kerugian sepanjang hal itu terjadi bukan akibat
kelalaian nasabah, dan jika terjadi akibat kelalaian nasabah, maka ia akan
menanggungnya, dan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerugian, bank
harus memahami karakteristik risiko usaha dan kerja sama dengan nasabah untuk
mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam pengelolaan dana.
Pemberian pembiayaan mudharabah pada prinsipnya dilakukan tanpa
perlu adanya penyerahan jaminan oleh nasabah, namun karena tak seorangpun
mengetahui apa yang akan terjadi di hari esok dan untuk mengurangi risiko, maka
pihak bank diperbolehkan meminta jaminan kepada nasabah bahwa ia akan
sangggup mengembalikan dana yang diterimanya sesuai dengan yang telah
diperjanjikan.
Upaya penyelesaian jika terjadi perselisihan antara shahibul mal / bank
dengan mudharib/nasabah dapat ditempuh dua jalur, yaitu jalur non litigasi dan
jalur litigasi. Jalur non litigasi dapat meliputi cara damai untuk mufakat / as
shulhu ataupun tahkim / arbitrase. Apabila cara-cara tersebut tidak tercapai, maka
penyelesaian perselisihan dilakukan melalui jalur litigasi, yakni Peradilan dalam
lingkup Pengadilan Agama, sesuai amanat Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008...Since the publishing of the Regulation Number 7 Year 1992 on banking
system that was changed with the Regiulation Number 10 Year 1998 on the
Changing of Regulation Number 7 Yerar 1992 on banking system and end
publishing of the Regulation Number 21 Year 2008, Syariah banking was born as
one of the alternative on dispute of interest and usury, because it is a financial /
banking institution that has operation and products without an interest system as
its basic principal, but by using other system as the replement that has the rule of
Islamic syariah.
The profit shering expense uses syariah principal on mudharabah that is an
expense that has a total 100% fund that is given by the bank for their customer
and the customer as the business organiuzer of the expense, whereas there is a
profit sharing wich is divided by the comparison / nisbah that has been approved
in advance.nisbah is not determined by a specific regulation either Indonesian
banking regulation or Islamic syariah rules, but the government gives a space for
the bank to determine its own nisbah.
The loss that is happened on mudharabah expense will be taken care by
the capital owner in this occasion is the bank, as long as not because of the
imprudent of the business organizer / customers thet would be the self
responsibility of their own. To avoid the loss possibility, the bank has to
understand the risk characteristics of that business an has to cooperate with the
customer in care of any up coming problem.
The distribution of mudharabah expense in principally could be done
without any warranty transferring by the customer, but because of unpredictable
future, and to reduce the risk of warranty demands by the syariah bank for the
loan fulfillment condition.
Completion efforts if happened disagreement between bank with customer
can be goed two stripe, thet is : stripe non litigation and litigation stripe. Non
litigation can cover peace / meeting manner and arbitration, when does manners
not reached so disagreement completion be can be done to pass stripe litigation
can be do to pass religious court, appear Regulation Number 3 Year 2006 and
Regulation Number 21 Year 2008.