dc.description.abstract | Otonomi daerah adalah kewenangan suatu daerah mengatur dan mengelola
sumber daya sesuai potensi yang ada pada tiap-tiap daerah. Adanya otonomi daerah
merupakan bukti nyata kepercayaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Kepercayaan yang diberikan kepada pemerintah daerah salah satunya mengelola
keuangan daerah. Salah satu sumber penerimaan daerah yaitu Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang di dalamya terdapat retribusi daerah dan retribusi daerah diatur
dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009. Dari berbagai jenis retribusi daerah di
Kabupaten Jember, peneliti memilih retribusi pasar khususnya Pasar Tanjung yang
diatur dalam Peraturan Daerah No. 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Pasar yang
Dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten Jember.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan faktorfaktor
yang mempengaruhi penerimaan retribusi Pasar Tanjung, karena Pasar
Tanjung merupakan pasar kelas utama dan terbesar penerimaannya di Kabupaten
Jember. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif.
Informan penelitian dipilih dengan metode purposive dan snowball sampling. Teknik
pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam,
dokumentasi dan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan analisis data
kualitatif dengan model Miles dan Huberman yang terdiri dari tahap reduksi data,
vii
penyajian data, tahap kesimpulan dan verifikasi. Dalam pengecekan keabsahan data
menggunakan triangulasi sumber dan metode.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi penerimaan
retribusi Pasar Tanjung Kabupaten Jember yaitu lemahnya pengawasan dari pihak
lembaga yang ditunjukkan adanya masalah pembagian waktu berdagang antara
pedagang pasar sore dengan pedagang lantai II Pasar Tanjung dan permintaan
pedagang lantai II kepada pedagang pasar sore untuk pindah berjualan di dalam Pasar
Tanjung sehingga hal ini berdampak pada pertumbuhan penerimaan Pasar Tanjung
tahun 2008 menurun sebesar 2,88%. Pada tahun 2009 retribusi Pasar Tanjung tidak
tembus target yaitu target yang ditetapkan Rp 983.893.000 sedangkan penerimaan
retribusi hanya Rp 935.695.500. Selain dari pihak pedagang, pengawasan yang lemah
juga terjadi pada bawahan yaitu dapat dilihat dari jumlah surat panggilan yang
diberikan kepada pedagang menunggak selama tahun 2011 sebesar 37 surat dari 485
toko/kios yang menunggak.
Faktor yang kedua yaitu lemahnya kesadaran pedagang dalam membayar
retribusi yang dapat ditunjukkan dari pedagang yang tidak membayar retribusi
sebesar 485 toko/kios. Faktor ketiga yaitu lemahnya konsistensi lembaga terhadap
peraturan. Dalam hal ini pihak lembaga belum sepenuhnya menjalankan peraturan
sesuai dengan Perda no. 13 tahun 2006 yaitu tarif yang ditentukan belum sesuai
dengan perda tersebut sehingga pihak lembaga melakukan penyesuaian tarif dengan
kenaikan setiap tahunnya sebesar 10% dari tarif sebelumnya. Adanya kenaikan target
juga menyebabkan kenaikan penerimaan retribusi. Faktor yang keempat yaitu jumlah
objek retribusi pasar yang terdiri dari banyaknya toko yang tutup (tidak aktif) sebesar
403 toko/kios dan penambahan pedagang lesehan yang semakin bertambah. | en_US |