Gambaran Proses Self-efficacy dan Perilaku Ibu Primipara yang Pernah Mendapatkan Mom-shaming dalam Melakukan Perawatan Anak di Kabupaten Jember
Abstract
Fenomena mom-shaming kerap dialami oleh para ibu selama masa proses
pengasuhan anaknya. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan
menunjukkan bahwa 71% responden ibu mengaku pernah mendapatkan momshaming. Mom-shaming dapat menjadi faktor eksternal terjadinya kecemasan
tentang pengasuhan anak oleh ibu yang pertama kali menjadi orang tua, sehingga
berpengaruh pada menurunnya self-efficacy ibu. Hal tersebut dapat menjadi
penghambat dalam pemberian perawatan dan pembentukan hubungan kasih sayang
antara ibu dan anak. Mom-shaming paling sering dialami oleh ibu baru atau ibu
primipara. Hal ini terjadi karena ibu primipara seringkali merasa bingung sehingga
membutuhkan adaptasi dengan tugas baru dalam merawat anaknya. Penelitian
menggunakan model pendekatan resiprocal causes yang dikembangkan dari Teori
Kognisi Sosial oleh Bandura (1977). Penelitian bertujuan untuk menganalisis
proses self-efficacy dan perilaku ibu primipara yang pernah mendapatkan momshaming dalam melakukan perawatan anak.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan pada ibu primipara dengan anak usia 0-
3 tahun yang pernah mendapatkan ujaran mom-shaming di wilayah Kabupaten
Jember. Penelitian melibatkan 5 informan utama dan 6 informan tambahan yang
didapatkan melalui teknik purposive sampling. Pengumpulan data yang dilakukan
melalui wawancara secara mendalam (indepth interview). Analisis data
menggunakan jenis thematic content analysis dilakukan dengan transkrip data,
coding, reduksi, penyajian serta penarikan kesimpulan dan saran. Penelitian ini
menggunakan uji kredibilitas dengan menggunakan triangulasi sumber. Sedangkan
uji dependabilitas akan dilakukan oleh pembimbing untuk dilakukan evaluasi.
Hasil penelitian menemukan bahwa proses self-efficacy ibu primipara
korban mom-shaming secara kognisi ditunjukkan dengan ketertarikan ibu terhadap
tumbuh kembang anak dan melakukan konsultasi ke tenaga kesehatan. Secara
motivasi, ibu menjadi terdorong untuk berusaha agar anak dapat memiliki
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan tahapan usianya atau bahkan bisa
lebih cepat daripada anak seusianya. Secara afeksi, ibu mengaku merasa
tersinggung, sedih dan bingung karena ujaran mom-shaming terhadapnya. Secara
seleksi, ibu pada akhirnya cenderung mengabaikan ujaran mom-shaming
terhadapnya dan memilih mempercayai hasil konsultasi dengan tenaga kesehatan.
Perilaku pengasuhan dan perawatan anak oleh ibu primipara korban mom-shaming
berupa perilaku pemberian makan (feeding) menunjukkan bahwa ibu telah
menjalankan pola pemberian makan Responsive Feeding (RF). Perilaku
ketertarikan ibu pada anak (interest) ditunjukkan dengan minat ibu dalam
memantau dan menstimulasi tumbuh kembang anak. Perilaku ibu dalam merespon
anak (response) menunjukkan bahwa secara umum ibu memberikan respon yang
baik terhadap tangisan anak. Perilaku ibu dalam mencoba berkomunikasi dengan
anak (speech) ditunjukkan ibu dengan memberikan stimulasi komunikasi pada anak
melalui obrolan tentang aktivitas sehari-hari.
Saran yang diberikan peneliti bagi ibu primipara yakni ibu dapat lebih
terbuka untuk melakukan konsultasi pada tenaga kesehatan apabila ujaran momshaming dirasa mengganggu proses pengasuhan dan perawatan anak. Bagi keluarga
dapat memberikan pendampingan dan dukungan positif untuk ibu primipara dalam
mengasuh anak. Bagi masyarakat dapat menumbuhkan kesadaran terkait fenomena
mom-shaming yang utamanya terjadi pada ibu primipara agar menghindari perilaku
mom shaming. Bagi institusi pelayanan kesehatan baik rumah sakit, puskesmas,
klinik praktik dokter, klinik praktik bidan bahkan posyandu dapat membuat suatu
sistem pelayanan yang komprehensif, meliputi upaya preventif dan promotif seperti
melakukan edukasi yang mengangkat isu terkait dampak fenomena mom-shaming
kepada masyarakat luas.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]