Show simple item record

dc.contributor.authorCHAINURRIEZQY, Muhammad Fadly
dc.date.accessioned2024-06-13T01:12:30Z
dc.date.available2024-06-13T01:12:30Z
dc.date.issued2024
dc.identifier.nim200710101255en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/121400
dc.description.abstractUndang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut UU KPK secara eksplisit memberikan wewenang yang luas dan signifikan kepada Komisi untuk memberantas dan mencegah korupsi secara efektif dan dengan cara yang sistematis. Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, penyelidikan dan juga penuntutan pada semua instansi negara sebagimana diatur dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat kasus yang saat ini sedang ramai dibicarakan oleh publik yaitu kasus dugaan Korupsi oleh 2 Perwira TNI bersama dengan 3 pihak swasta dimana Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan 2 Perwira TNI yaitu HA dan ABC sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi di beberapa proyek Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek, Penetapan tersangka tersebut ditentang oleh TNI yang disampaikan oleh Komandan Puspon TNI Marsekal Muda Agung Handoko. HALAMAN RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui bagaimana konsep terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang berkaitan dengan Militer dan mengetahui apakah penetapan tersangka oleh KPK sudah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan. Bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder seperti jurnaljurnal hukum, buku-buku hukum, yurisprudensi dan kamus. Hasil penelitian dari pembahasan rumusan pertama adalah KPK berwenang menangani kasus korupsi yang dilakukan oleh Masyarakat sipil dan yang dilakukan secara bersama-sama oleh orang sipil dan anggota militer dengan harus melakukan koordinasi dengan TNI sesuai dengan Pasal 42 UU KPK sedangkan suatu kasus korupsi yang dilakukan hanya oleh anggota militer saja maka anggota militer akan tunduk pasal 9 angka 1 UU Peramil dan akan ditangani oleh militer tanpa adanya kewajiban untuk melakukan koordinasi kepada KPK dan juga kasus yang ditangani oleh militer tidak bisa diambil alih oleh KPK dikarenakan KPK hanya diberi kewenangan untuk mengambil alih kasus yang ditangani oleh Kepolisian dan Kejaksaan sesuai yang tertera pada UU KPK. Hasil penelitian untuk pembahsan rumusan kedua adalah pada dasarnya KPK memiliki kewenangan untuk melakukan penetapan tersangka kasus korupsi yang dilakukan oleh masyarakat sipil bersamasama dengan anggota militer tetapi harus dengan koordinasi sebagaimana dijelaskan pada Pasal 42 UU KPK, maka pada kasus korupsi Kabasarnas ini seharusnya KPK melakukan koordinasi terlebih dahulu kepada TNI sebelum menetapkan tersangka.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama I Gede Widhiana Suarda, S.H, M.Hum., Ph.D Dosen Pembimbing Anggota, Samuel Saut Martua Samosir, S.H., M.H.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectKomisi Pemberantasan Korupsien_US
dc.subjectPenetapan Tersangkaen_US
dc.subjectAnggota Militeren_US
dc.titleKewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penetapan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi yang Dilakukan Oleh Anggota Militeren_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiHukumen_US
dc.identifier.pembimbing1I Gede Widhiana Suarda, S.H., M.Hum., Ph.D.en_US
dc.identifier.pembimbing2Samuel Saut Martua Samosir, S.H., M.H.en_US
dc.identifier.validatorKacung- 3 April 2024en_US
dc.identifier.finalization0a67b73d_2024_06_tanggal 13en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record