Analisis Yuridis Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Pengguguran Kandungan (Abortus Provocatus Criminalis) (Putusan Nomor: 333/Pid.Sus/2021/PN.Bks)
Abstract
Persoalan mengenai pengguguran kandungan merupakan polemik yang kontradiktif dikarenakan pengguguran kandungan tidak hanya terfokuskan pada masalah kesehatan namun dapat juga dilihat dari segi etika moral, agama, dan hukum. Pada dasarnya aborsi merupakan hal yang terlarang secara hukum, namun pada faktanya pengguguraan kandungan tersebut terus meningkat setiap harinya sebab kerap dilakukan oleh perempuan di kalangan masyarakat tanpa pertimbangan yang mendalam. Terjadinya aborsi tersebut tanpa disadari menumbuhkan pelaku untuk menggunakan berbagai alasan peraturan dan hukum yang dianggap tidak memadai terhadap alasan-alasan yang memaksa perempuan melakukan tindakan aborsi (Pro Choice). Meningkatnya angka aborsi di Indonesia tentunya perlu atensi yang cukup tinggi dari berbagai pihak, hal tersebut dapat dituangkan oleh pemerintah melalui pengaturan yang lebih bijak untuk menghindari adanya praktek aborsi tidak aman Pada Putusan Nomor: 333/Pid.Sus/2021/PN.Bks yang merupakan kasus tindak pidana turut serta melakukan aborsi secara illegal di dakwa dengan dakwaan alternatif. Pertimbangan hakim yang menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif pertama dengan fakta di persidangan telah sesuai dikarenakan semua unsur dalam ketentuan Pasal 194 jo. Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana telah terbukti. Namun demikian, apabila menggunakan dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 77A ayat (1) jo. Pasal 45A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di nilai lebih tepat. Jika menggunakan dakwaan alternatif kedua, telah menerapkan Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali yakni hukum yang bersifat khusus lebih mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Selain itu, penjatuhan pidana oleh hakim terhadap terdakwa dalam Putusan Nomor: 333/Pid.Sus/2021/PN.Bks tidak sesuai dengan teori pemidanaan dikarenakan pidana penjara yang diberikan terhadap Terdakwa yaitu 5 bulan. Hal tersebut dianggap terlalu ringan dan tidak menyebabkan efek jera terhadap Terdakwa. Sehingga sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim akan terasa lebih sempurna apabila telah disesuaikan dengan teori pemidanaan gabungan dan dibebankan pidana lebih berat sebagai bentuk suatu pembalasan, yang mana hal tersebut merupakan akibat nyata terhadap pelaku tindak pidana abortus provocatus criminalis tersebut. Tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui pertimbangan hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif pertama dengan fakta di persidangan. Selain itu, untuk mengetahui penjatuhan pidana oleh hakim terhadap terdakwa dalam Putusan Nomor: 333/Pid.Sus/2021/PN.Bks dengan teori pemidanaan. Dalam karya ilmiah ini menggunakan tipe penelitian hukum yuridis normatif (legal research) yang merupakan penelitian hukum berdasarkan pada penelitian mengenai norma hukum positif yang bersifat formil seperti peraturan perundang-undangan serta literatur dengan konsep teoritisnya kemudian dihubungkan dengan menganalisis isu hukum yang ditelaah. Pendekatan yang digunakan dalam proses penelitian hukum ini yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Saran yang dituangkan melalui skripsi ini adalah, pertama sebaiknya hakim dalam praktiknya berkenaan menangani perkara pidana dapat menerapkan asas Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali, penerapan asas tersebut merupakan suatu urgensi dalam proses peradilan di Indonesia dengan tujuan untuk menciptakan keadilan bagi seluruh kalangan yang terlibat terutama dalam menangani kasus abortus provocatus criminalis. Kedua, diharapkan para hakim dalam memeriksa dan memutus perkara yang terkait dengan turut serta melakukan aborsi secara illegal perlu untuk melibatkan kerjasama dengan pihak dokter forensik ataupun menjalin kerja sama dengan bidang yang bergerak dalam perlindungan perempuan dan anak. Selain itu, penggunaan teori pemidanaan gabungan dianggap sebagai win-win solution dikarenakan selain mengedepankan tata tertib (hukum) dalam masyarakat, namun di samping itu pemidanaan yang diberikan memiliki tujuan untuk pembalasan dan memperbaiki sikap mental atau membuat pelaku pidana tidak melakukan hal-hal yang berbahaya kembali.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]