dc.description.abstract | Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka dengan melihat konsep dan dimensi kerjasama dari Mohr dan Spekman (1994) serta teori pentahelix dari Lindmark, Sturessoon & Roos (dalam Juwita dkk. 2018) untuk menganalisis peran dari setiap aktor pentahelix. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Desa Wisata Ketapanrame mengalami 3 tahapan pengembangan dan kerjasama pentahelix terimplementasi pada tahap ketiga yakni di tahun 2021. Kerjasama ini melibatan 5 aktor pentahelix yang berasal dari berbagai pihak yakni Pemerintah Desa Ketapanrame (Pemerintah), Universitas Surabaya (Akademisi), PT Astra (Swasta), Pokdarwis Rakasiwi dan KUB Taman Ghanjaran (Komunitas), dan media publikasi (Media). Dalam hal ini setiap aktor memiliki perannya masing-masing, Pemerintah Desa Ketapanrame sebagai regulator, penanggung jawab, sekaligus pemangku kepentingan utama, Universitas Surabaya sebagai konseptor, PT Astra sebagai enabler, Pokdarwis Rakasiwi dan KUB Taman Ghanjaran sebagai akselerator, dan media sebagai publikasi wisata. Adanya kerjasama ini memberikan manfaat bagi pengembangan desa seperti: 1) Terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat; 2) Adanya bantuan dana pengembangan wisata; 3) Sistem pengelolaan wisata menjadi terstruktur. Berdasarkan penelitian ini, keberhasilan pengembangan Desa Wisata Ketapanrame mengimplementasikan kerjasama dengan menggunakan konsep pentahelix (Mohr dan Spekman, 1994). Bukti dimensi kerjasama berupa atribut yakni PKS, SK, maupun MoU serta perilaku komunikasi berhasil terjalin diinisiasi oleh Kepala Desa Ketapanrame yang didukung oleh setiap aktor. Hasil dari kerjasama pentahelix memberikan manfaat pada masyarakat yakni peningkatan kesejahteraan dan pengembangan desa wisata sendiri berupa peningkatan jumlah pengunjung dan peningkatan pendapatan desa. | en_US |