dc.description.abstract | Penjatuhan putusan pidana bersyarat merupakan salah satu dari pelaksanaan atau dikenal dengan strafmodus pidana penjara di Indonesia. Adapun pelaksanaan pidana bersyarat adalah si terpidana tidak perlu menjalankan hukumannya dan diganti dengan masa percobaan dalam waktu dan atau dengan syarat-syarat tertentu sebagaimana ditetapkan oleh hakim terhadapnya. Menariknya, pidana bersyarat memiliki irisan yang cukup jelas dengan restorative justice. Restorative Justice sebagai salah satu cara yang belakangan juga diadopsi, baik oleh kepolisian, kejaksaan, hingga di pengadilan. Meskipun menjadi alternatif, pelaksanaan restorative justice juga dapat terbilang sangat terbatas, karena hanya dapat diterapkan terhadap pidana ringan, perkara anak, perkara perempuan dan perkara narkotika, padahal sebagai ultimum remedium, hukum pidana atau dalam hal ini pidana badan harus menjadi hal terakhir yang dijatuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji atau membuktikan mengenai penjatuhan pidana bersyarat yang dapat dikatakan sebagai alternatif dari restorative justice pada tahap pengadilan atau adjudikasi, karena terdapat kesamaan antara keduanya.
Dalam penelitian ini digunakan tipe penelitian doktrinal dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan peraturan perundangan-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji sumber bahan hukum primer yaitu terdiri dari peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, serta bahan hukum sekunder berupa buku, jurnal, artikel, kamus hukum, dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pidana bersyarat memiliki karakteristik yaitu pertama, mengembalikan fungsi pidana badan, sebagai ultimum remedium, yang sedapat mungkin dihindari; kedua, membuka peluang agar terjadi penyatuan kembali di masyarakat; dan ketiga, menghindarkan pelaku dari stigma negatif. Karakteristik tersebut bersesuaian dengan restorative justice, yaitu pertama, menghindarkan pelaku dari hukuman pidana badan, dan lebih menekankan kepada kebutuhan korban; kedua, berusaha untuk menyatukan apa yang telah terpecah/terpisah; dan ketiga, menghindarkan pelaku dari stigma negatif. | en_US |