Kekuatan Hukum atas Sertifat Ganda atas Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah (Analisis Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor 88/G/2021/PTUN.MDN)
Abstract
Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 19 (ayat 2) huruf c UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 angka 20 jo Pasal 19 ayat ayat (2) huruf c). Sertipikat tanah memuat data fisik dan data yuridis sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Data fisik mencakup keterangan mengenai letak, batas, dan luas tanah. Terkait sengketa menyangkut bukti kepemilikan hak atas tanah tersebut, penulis mengambil contoh kasus antara Penggugat Purnama Pasaribu dan Tergugat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli Utara Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor 88/G/2021/PTUN.MDN. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, menarik untuk dikaji adanya penerbitan sertipikat ganda oleh Kantor Pertanahan sebagai produk KTUN, sehingga menimbulkan sengketa yang diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Rumusan masalah yang dikaji antara lain : (1) Apakah dasar pertimbangan hukum hakim menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima sesuai dengan ketentuan yang berlaku ? dan (2) Apa implikasi hukum dari Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan atas sertipikat hak milik atas tanah sebagai objek sengketa ? Metode penelitian menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, dengan 2 (dua) macam pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approarch). Bahan hukum meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dengan analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil pembahasan dapat dikemukakan bahwa Dasar pertimbangan hukum hakim menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI Perkara Nomor: 88 K/TUN/1993 Tanggal 7 September 1994 dan yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI Perkara Nomor: 22 K/TUN/1998 Tanggal 27 Juli 2001 bahwasanya, gugatan yang diajukan Penggugat sebagai akibat dari adanya surat keputusan pejabat (berupa SHM objek sengketa yang diterbitkan oleh Tergugat), namun dikarenakan yang menjadi pokok sengketa perkara adalah menyangkut pembuktian mengenai alas hak tanah siapakah diantara Penggugat dan Rospita Lubis yang kemudian terbukti secara hukum sebagai pihak yang berhak/pemilik atas fisik bidang tanah SHM objek sengketa, maka sengketa a quo harus diajukan terlebih dahulu pemeriksaannya ke Peradilan Umum (Pengadilan Negeri) karena sudah merupakan sengketa keperdataan dengan melibatkan semua pihak yang terkait, termasuk diantaranya melibatkan pihak-pihak yang menjadi sumber asal perolehan hak atas tanah dari Penggugat dan juga melibatkan Kepala Desa Silangkitang yang mengeluarkan surat keterangan tanah bekas milik adat yang kemudian diakui oleh Rospita Lubis sebagai tanah miliknya. Implikasi hukum dari Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan atas sertipikat hak milik atas tanah sebagai objek sengketa, statusnya adalah a quo dimana dalam hal ini Penggugat harus terlebih dahulu mengajukan gugatan perdata kepada Penggugat melalui gugatan Perbuatan Melawan Hukum ke Pengadilan Negeri. Berdasarkan hasil putusan pengadilan negeri tersebut pada akhirnya dapat diketahui dan dibuktikan pihak mana yang paling berhak atas kepemilikan hak atas tanah tersebut. Setelah prosedur tersebut dilakukan, maka baru dapat diajukan pembatalan sertipikat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Bertitik tolak kepada permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan kesimpulandiatas,dapatdiberikansaransebagaiberikut: Perludibentukperaturan hukum yang pasti yang berkaitan dengan Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah yang memenuhi karakteristik sebagai keputusan Tata Usaha Negara, sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi Aparatur pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional untuk mengambil tindakan hukum Peran hakim sangat dibutuhkan dalam memeriksa dan memastikan kebenaran dari keterangan dalam sertifikat. Hakim harus membuktikan, meneliti dan memeriksa asal-usul sertifikat. Harus diselidiki bahwa orang yang mengajukan pendaftaran hak atas tanah memang berhak atas tanah tersebut, maksudnya bahwa ia memperoleh hak atas tanah secara sah dari pihak yang berwenang yang mengalihkan hak atas tanahnya, dan kebenaran dari keterangan lainnya yang tercantum dalam sertifikat, sehingga nantinya dapat ditentukan siapa pemegang sah hak atas tanah dan ia bisa mendapatkan kepastian hukum dari kepemilikan sertifikat hak atas tanah tersebut. Pejabat pembuat Akta tanah (PPAT) atau Notaris dalam membuat akta hendaknya memperhatikan secara cermat ketentuan menyangkut presedur, dan hukum materiil yang dapat mengancam batalnya suatu akta, untuk menghindari batalnya akta yang dibuat yang dapat merugikan pihak pihak terkait dengan akta hingga terbitnya sertipikat hak atas tanah.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]