Penyitaan Harta Pailit Akibat Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1533 K/Pdt.Sus-Pailit/2017)
Abstract
Terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan kepailitan, debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurusi kekayaannya. Pengurusan dan penguasaan atas harta kepailitan beralih atau dialihkan kepada kurator. kurator bertugas melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit sehingga nantinya dapat dilaksanakan pemberesan dan pelunasan terhadap tagihan kreditor. Namun dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya, kurator banyak menghadapi permasalahan dalam pemberesan harta pailit, diantaranya adalah harta pailit tersebut dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk disita pidana.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif serta menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini juga menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang meliputi hukum positif maupun putusan hakim, buku, jurnal, serta artikel yang berkaitan dengan hukum. Rumusan masalah terdiri dari bagaimana kedudukan hukum sita umum kepailitan dan sita pidana terhadap harta pailit yang diduga hasil dari tindak pidana korupsi dan apakah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Nomor 1533 K/Pdt.Sus-Pailit/2017 yang menolak permohonan kasasi sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kajian pustaka dalam skripsi ini menguraikan tentang Pertama, Kepailitan yang terdiri dari pengertian kepailitan, harta debitor pailit, dan akibat hukum putusan pernyataan pailit. Kedua, Kurator yang terdiri dari pengertian kurator, tugas dan kewenangan kurator. Ketiga, Penyitaan Dalam Hukum Acara Pidana yang terdiri dari pengertian penyitaan dalam hukum acara pidana, tujuan penyitaan dalam hukum acara pidana, dan benda yang dapat disita dalam hukum acara pidana.
Hasil penelitian ini adalah adanya pengaturan antara sita umum kepailitan dan sita pidana yang saling bertentangan. Hal ini menghambat kurator dalam melakukan pemberesan harta pailit. Idealnya, untuk memberikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum sita umum kepailitan harus lebih diutamakan karena dengan terlaksananya sita umum kepailitan maka kurator dapat menjalankan pemberesan harta pailit. Pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Nomor 1533 K/Pdt.Sus-Pailit 2017 dalam sengketa kewenangan penyitaan atas harta pailit yang diduga hasil dari tindak pidana korupsi antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan tim kurator PT. Meranti Maritime (dalam pailit) serta Henry Djuhari (dalam pailit) sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Putusan tersebut memperkuat keputusan Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan sesuai dengan hukum. Oleh karena itu, penulis setuju dengan pertimbangan hakim dan putusan Mahkamah Agung dalam kasus tingkat kasasi ini.
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu: Pertama, sita umum kepailitan memiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi dibandingkan dengan sita pidana. Kedua, pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Nomor 1533 K/Pdt.Sus-Pailit 2017 dalam sengketa kewenangan penyitaan atas harta pailit yang diduga hasil dari tindak pidana korupsi antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan tim kurator PT. Meranti Maritime (dalam pailit) serta Henry Djuhari (dalam pailit) sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Saran dalam penelitian ini yaitu: Pertama, Kurator dan penyidik harus membuat kesepakatan bersama mengenai sita umum kepailitan dan sita pidana untuk mengurangi pertentangan di lapangan. Kedua, Kurator dan penyidik harus membuat kesepakatan bersama mengenai sita umum kepailitan dan sita pidana untuk mengurangi pertentangan di lapangan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]