Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Air Minum pada Galon Kemasan yang Mengandung Bisphenol-A (BPA)
Abstract
Terdapat 2 jenis galon yang beredar di masyarakat yakni, galon kemasan isi
ulang dan galon kemasan sekali pakai. Kedua jenis galon tersebut memiliki bahan
dasar plastik yang berbeda. Galon kemasan isi ulang memiliki bahan dasar
polikarbonat (PC) sedangkan galon kemasan sekali pakai menggunakan bahan
dasar polietilena tereftalat (PET). Galon kemasan isi ulang yang berbahan dasar
polikarbonat (PC) memiliki kandungan Bisphenol-A (BPA) di dalamnya.
Bisphenol-A (BPA) sendiri merupakan zat kimia yang terkandung dalam barang
plastik berbahan polikarbonat (PC) dan resin epoksi. BPA yang terkandung dalam
Galon kemasan berbahan polikarbonat (PC) dapat terlepas dari galon dan
bercampur pada air minum yang kita konsumsi. BPA yang terlepas dari galon
tersebut memiliki bahaya tersendiri bagi organ tubuh manusia. Oleh karena itu,
diperlukan pengawasan khusus oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
terkait peraturan batas migrasi BPA dari galon ke air minum kemasan, pelabelan
BPA Free, serta perlunya edukasi pada masyarakat terkait bahaya dari BPA yang
terkandung dalam galon kemasan isi ulang.
Mengingat bahaya yang ditimbulkan dari mengkonsumsi air minum dalam
kemasan galon isi ulang yang mengandung BPA dan migrasi BPA yang diluar batas
yang telah ditentukan maka diperlukan perlindungan hukum bagi konsumen air
minum dalam galon kemasan isi ulang tersebut. Hak konsumen sebagaimana yang
telah diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
konsumen harus ditunaikan sebagai bentuk kewajiban dari pelaku usaha.
Penyelenggaraan dan penerapan Undang-undang Perlindungan konsumen memiliki
peran dalam hal pemenuhan hak-hak serta kewajiban konsumen dan pelaku usaha
untuk mengurangi resiko kerugian yang didapat oleh konsumen dan pelaku usaha.
Dalam hal ini berkaitan dengan konsumen galon kemasan yang mengandung
Bisphenol-A yang memiliki hak untuk mendapatkan informasi dari produk yang
dikonsumsi dan memiliki hak untuk mendapatkan produk tanpa zat berbahaya di
dalamnya.
Salah satu permasalahan yang muncul akibat dari air minum dalam galon
kemasan isi ulang yakni, galon kemasan isi ulang berbahan polikarbonat (PC)
mengandung senyawa berupa bisphenol-A (BPA) didalamnya. Senyawa bisphenolA tersebut memiliki bahaya tersendiri yang bisa mengancam kesehatan tubuh
manusia. Bahaya dari migrasi BPA yang ada pada galon yang bermigrasi ke air
minum didalamnya berusaha diminimalisir dengan munculnya Peraturan BPOM
No. 20 Tahun 2019 tentang Kemasan pangan. Peraturan BPOM tersebut telah
mengatur bahwa batas migrasi BPA dari galon kemasan pada air minum
didalamnya berjumlah 0,6 bpj.
Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai sanksi yang dapat diberikan
bagi pelaku usaha yang melanggar peraturan-peraturan terkait dan merugikan
konsumen. Sanksi perlindungan konsumen dibedakan menjadi 2 (dua) yakni sanksi
administratif dan sanksi pidana. Sanksi dapat diberikan pada pelaku usaha yang
tidak menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelesaian sengketa
yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha dapat melalui 2 (dua) cara, yakni
penyelesaian secara non litigasi dan litigasi. Penyelesaian non litigasi merupakan
penyelesaian yang dilakukan dengan pendampingan BPSK dan dilakukan diluar
pengadilan. Terdapat 3 (tiga) cara dalam penyelesaian non litigasi, yakni konsiliasi,
mediasi, dan arbitrase. Sedangkan penyelesaian sengketa dengan jalur litigasi
diselesaikan di pengadilan.
Penegakan mengenai batas migrasi BPA dapat dilakukan juga dengan
membuat peraturan tentang pelabelan BPA Free pada galon kemasan isi ulang yang
terbukti memenuhi standar sesuai Peraturan BPOM. Selain pelabelan, diperlukan
juga [penulisan informasi pada galon kemasan terkait komponen yang terkandung
dalam air minum dalam galon kemasan isi ulang, serta terkait informasi
penyimpanan galon yang aman untuk meminimalisir migrasi BPA dari galon
kemasan isi ulang. Sosialisasi mengenai bahaya BPA sendiri harus segera
dilaksanakan agar masyarakat bisa teredukasi dan lebih berhati hati.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]