Konsep Deferred Prosecution Agreement (Perjanjian Penangguhan Penuntutan) sebagai Mekanisme Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi oleh Korporasi
Abstract
Korporasi memiliki andil yang penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Namun demikian, kehadiran korporasi juga kerap melakukan tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi. Pada saat ini, pemidanaan terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi menjadi problematika baik dalam sistem peradilan pidana hingga dampak pemidanaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis problematika penyelesaian tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi, serta menggagas penerapan DPA sebagai mekanisme keadilan restoratif. Metode penelitian yang digunakan adalah hukum normatif doktrinal yang dielaborasikan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual, kasus, dan studi perbandingan. Hasil penelitian ini menemukan permasalahan-permasalahan penyelesaian tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi di Indonesia, diantaranya dampak pemidanaan bagi korporasi yang bersifat multi-effect, dan kompleksitas sistem peradilan pidana di Indonesia. Atas hal tersebut penerapan DPA dapat dijadikan solusi penyelesaian tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi. DPA merupakan penyelesaian perkara diluar pengadilan melalui penghentian penuntutan yang didasarkan pada negosiasi antara jaksa sebagai dominus litis dengan korporasi yang berfokus terhadap pemulihan dan tetap mempertahankan eksistensi dari korporasi. Penerapan DPA juga sesuai dengan asas-asas sistem peradilan pidana di Indonesia. Di sisi lain, penerapan DPA juga akan diawasi oleh hakim. Sejatinya, penerapan DPA telah diterapkan dibeberapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris yang terbukti berhasil dalam menangani perkara tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. Melalui analisis problematika, pranata hukum yang ada pada saat ini, asas-asas sistem peradilan pidana, paradigma penegakan hukum pidana modern dan studi komparatif, maka gagasan DPA dapat diterapkan di Indonesia, yang nantinya akan didesain sebagai mekanisme keadilan restoratif yang meliputi tata cara DPA, sanksi, pertimbangan jaksa, dan hal teknis lainnya. Selain itu, diperlukannya payung hukum penerapan DPA melalui revisi KUHAP.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]