dc.contributor.author | CAHAYARIZPUTRA, Albiruwahidhan | |
dc.date.accessioned | 2023-10-31T08:42:54Z | |
dc.date.available | 2023-10-31T08:42:54Z | |
dc.date.issued | 2023-06-19 | |
dc.identifier.nim | 190710101167 | en_US |
dc.identifier.uri | https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/118570 | |
dc.description.abstract | Tulisan ini ditujukan untuk menemukan bagaimana perbandingan
pengakuan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi serta untuk
mengetahui urgensi perlindungan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi
antara Indonesia dengan Austria dan Perancis. Untuk menemukan persamaan dan
perbedaan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi antara Indonesia
dengan Austria dan Perancis menggunakan metode perbandingan.
Hasil dari penulisan ini adalah pada dasarnya Indonesia, Austria, dan
Perancis sama-sama menjamin hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi
pada konstitusinya dan pada perjanjian internasional hak asasi manusia. Ketiganya
juga sama-sama membolehkan pembatasan hak atas kebebasan berpendapat dan
berekspresi pada keadaan tertentu. Namun yang membedakan Indonesia dengan
Austria dan Perancis adalah pencantuman “nilai-nilai agama” sebagai salah satu
pertimbangan dalam membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi pada
Pasal 28J ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
Pencantuman “nilai-nilai agama” sebagai justifikasi pembatasan
kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia berhubungan dengan sila
pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal tersebut berbeda dengan
Austria dan Perancis yang merupakan negara sekuler, yang memisahkan sistem
hukum dengan nilai-nilai agama. Sehingga walaupun antara Indonesia dengan
Austria dan Perancis sama-sama menjamin hak atas kebebasan berpendapat dan
berekspresi, namun terdapat perbedaan terkait implementasinya. Di Indonesia,
ketentuan yang membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi karena
sensitivitas agama, seperti larangan penistaan agama dibolehkan untuk
melindungi ketertiban umum. Austria dan Perancis melalui ECtHR berpendapat
bahwa ekspresi yang berpotensi menyinggung agama harus ditolerir selama tidak
melampaui batas. Jika terdapat ekspresi yang menghina simbol sakral atau objek
pemujaan agama secara serampangan (gratuitously offensive), maka negara
dibolehkan untuk membatasi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi,
selama pembatasan tersebut tidak melampaui batas. | en_US |
dc.description.sponsorship | H. Eddy Mulyono, S.H., M.Hum.
Gautama Budi Arundhati, S.H., LL.M. | en_US |
dc.publisher | Fakultas Hukum | en_US |
dc.subject | Hak asasi manusia | en_US |
dc.subject | Kebebasan berpendapat dan berekspresi | en_US |
dc.subject | Kebebasan berpendapat | en_US |
dc.subject | Kebebasan berekspresi | en_US |
dc.title | Urgensi Perlindungan Terhadap Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi | en_US |
dc.title.alternative | Urgency to Protect the Right to Freedom of Speech and Expression | en_US |
dc.type | Skripsi | en_US |
dc.identifier.prodi | Ilmu Hukum | en_US |
dc.identifier.pembimbing1 | H. Eddy Mulyono, S.H., M.Hum. | en_US |
dc.identifier.pembimbing2 | Gautama Budi Arundhati, S.H., LL.M. | en_US |
dc.identifier.validator | validasi_repo_ratna_oktober_2023_11 | en_US |
dc.identifier.finalization | 0a67b73d_2023_10_tanggal 31 | en_US |