dc.description.abstract | Pidana penjara yang dijatuhkan oleh hakim kepada terdakwa tidak membuat
terpidana jera, karena masih ada terpidana yang melakukan tindak pidana lagi
meskipun telah menjalani pidana sebagaimana yang dilakukan oleh Zulfikar
Harison Peba Alias Fikar Bin Suparman, umur 30 tahun, tempat tinggal Jalan Hos
Cokroaminoto Rt/Rw 2/0 Kecematan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung/Lingkungan Nelayan I Kelurahan Sungailiat, yang
diadili oleh Pengadilan Negeri Sungailiat, terdaftar dalam Perkara Pidana Nomor
83/Pid.Sus/2021/PN Sgl. Terdakwa oleh penuntut umum didakwa dalam Pasal 82
ayat (1) Jo Pasal 76E UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan
Pasal 365 ayat (1) KUHP dalam dakwaan kumulatif. Menjatuhkan pidana
terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun
dan pidana denda sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah) berdasarkan
Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dalam Pasal 82
ayat (1) Jo pasal 76E Undang-undang perlindungan anak. Pada saat persidangan
dengan memeriksa keterangan saksi-saksi dan terdakwa serta dikaitkan dengan
barang bukti dan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “Pencabulan anak dibawah umur dan pencurian dengan
kekerasan” kepada korban bernama Sella Verzadani Alias Sella Bin Ferizon
(Alm) dan Adystian Alias Tian Bin Hermanto, yang menjadi korban dalam kasus
tersebut merupakan anak yang masih dibawah umur. Anak merupakan generasi
penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan perlakuan yang
memperhatikan perkembangan dan peranan anak sebagai generasi penerus bangsa
merupakan suatu hal yang harus dipegang oleh pemerintah. Anak yang belum
matang secara mental dan fisik, kebutuhannya harus dicukupi, pendapatnya harus
dihargai, diberikan pendidikan yang benar dan kondusif bagi pertumbuhan dan
perkembangan pribadi dan kejiwaannya, agar dapat tumbuh dan berkembang
menjadi anak yang dapat diharapkan sebagai generasi penerus bangsa. Untuk itu
anak harus mendapatkan perlindungan dari berbagai macam ancamam kekersan
dan diskriminasi.
xiv
Terdakwa terbukti melakukan perbuatan cabul terhadap korban yang
bernama Sella Verzadani dan melakukan pencurian dengan kekerasan kepada
Adystian yaitu mengambil hp realme 5 warna ungu dan hp VIVO Y81 warana
hitam, terdakwa malakukan kekerasan terhadap Adystian yaitu memukul
menggunakan tangan kanan dikepal sebanyak 1 (satu) kali mengenai pipi sebelah
kiri dan menggunakan kaki sebanyak 1 (satu) kali mengenai sebelah kanan hingga
terjatuh terbaring. Korban mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah).
Saat sekarang terdakwa terlibat dalam perkara pencabulan dan pencurian
dengan kekerasan dalam Putusan Nomor 83/Pid.Sus/2021/PN Sgl. Berdasarkan
pertimbangan tersebut Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 5
(lima) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). Penulis melihat
putusan Majelis Hakim ini tidak sesuai dengan pidana pemberatan, penjatuhan
pidana kepada terdakwa seharusnya bisa lebih dari pidana penjara selama 5 (lima)
tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). Majelis Hakim
seharusnya menggunakan rumusan ancaman maksimum tentang concursus
ditambah sepertiga. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di
atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut, Apakah penjatuhan
pidana oleh hakim terhadap terdakwa dalam Putusan Nomor 83/Pid.Sus/2021/PN
Sgl, telah sesuai dengan Pasal 65 KUHP? dan Apakah pemidanaan kepada
terdakwa dalam Putusan Nomor 83/Pid.Sus/2021/PN Sgl, telah tepat berdasarkan
tujuan pemidanaan dalam UU perlindungan anak?.
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian skripsi ini adalah untuk
menganalisis penjatuhan pidana oleh hakim terhadap terdakwa dalam Putusan
Nomor 83/Pid.Sus/2021/PN Sgl, telah sesuai dengan Pasal 65 KUHP dan
pemidanaan kepada terdakwa dalam Putusan Nomor 83/Pid.Sus/2021/PN Sgl,
telah tepat berdasarkan tujuan pemidanaan dalam UU perlindungan anak.
Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu yuridis normatif dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan
merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah aturan dasar dan
xv
peraturan perundang-undangan di Indonesia dan regulasi yang berhubungan
dengan isu hukum yang menjadi pokok bahasan. Pendekatan konseptual adalah
pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang
berkembang di dalam ilmu hukum, sehingga menemukan ide-ide yang melahirkan
pengertian-pengertian hukum, konsep dan asas-asas hukum yang relevan dengan
isu hukum yang dihadapi. Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu sumber
bahan hukum primer dan sekunder.
Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan rumusan masalah yang
pertama adalah penjatuhan pidana oleh hakim dalam menjatuhkan pidana kepada
terdakwa Zulfikar Harison Peba tidak sesuai dengan pidana pemberatan.
Terdakwa terbukti secara sah telah melakukan tindak pidan perbarengan kejahatan
(concursus). Kesimpulan dari pembahasan rumusan maslah kedua adalah
pemidanaan kepada terdakwa dalam Putusan Nomor 83/Pid.Sus/2021/PN Sgl,
telah tepat berdasarkan tujuan pemidanaan dalam UU perlindungan anak, bahwa
terdakwa terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
“Pencabulan anak dibawah umur dan pencurian dengan kekerasan”. Anak
merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan
perlakuan yang memperhatikan perkembangan dan peranan anak sebagai generasi
penerus bangsa merupakan suatu hal yang harus dipegang oleh pemerintah. Anak
yang belum matang secara mental dan fisik, kebutuhannya harus dicukupi,
pendapatnya harus dihargai, diberikan pendidikan yang benar dan kondusif bagi
pertumbuhan dan perkembangan pribadi dan kejiwaannya, agar dapat tumbuh dan
berkembang menjadi anak yang dapat diharapkan sebagai generasi penerus
bangsa. Untuk itu anak harus mendapatkan perlindungan dari berbagai macam
ancamam kekersan dan deskriminasi terhadap anak | en_US |