Kekuatan Yuridis Surat Girik Dibandingkan Sertifikat Wakaf Sebagai Bukti Hak Milik Atas Tanah (Studi Putusan Nomor 0143/Pdt.G/2017/PTA.Bdg)
Abstract
Dalam hal ini dikaji tentang surat bukti kepemilikan hak atas tanah berupa girik. Girik ini bukanlah sertifikat kepemilikan tanah, melainkan hanya sebuah surat pertanahan yang menunjukkan penguasaan lahan untuk keperluan perpajakan. Di dalam surat ini dapat ditemui nomor, luas tanah, serta pemilik hak atas tanah karena jual-beli atau warisan. Kepemilikan tanah dengan surat girik ini sendiri harus ditunjang dengan bukti lain yaitu kepemilikan Akta Jual beli (AJB) atau surat waris. Girik hanya merupakan bukti bahwa pemegang girik tersebut diberikan kuasa untuk menguasai tanah dan sebagai pembayar pajak atas tanah yang dikuasainya. Karena menurut UUPA, kepemilikan tanah harus dikuasai oleh suatu hak atas tanah berdasarkan sertifikat, maka dengan demikian surat girik tidak dapat dipersamakan dengan sertipikat hak atas tanah. Fungsi gambar situasi pada sertipikat sementara terbatas pada penunjukan objek hak yang didaftar, bukan bukti data fisik. Buku Letter C sebagai satu poin penting dalam persyaratan pengurusan sertipikat jika yang dipunyai sebagai bukti awal kepemilikan hak atas tanah itu hanya berupa girik, ketitir, atau petuk. Terkait hal tersebut dalam hal ini penulis lebih lanjut akan mengkaji tentang kekuatan pembuktian dalam hukum pertanahan menyangkut adanya sertifikat wakaf dan surat bukti girik, sebagaimana kajian dalam Putusan Nomor 0143/Pdt.G/2017/Pta.Bdg. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Kekuatan pembuktian surat girik sebagai alat bukti hak milik tanah dibandingkat sertifikat wakaf dan (2) Pertimbangan hukum hakim menolak gugatan Pembanding dalam Putusan Nomor 0143/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang- undang dan pendekatan konseptual dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif.
Berdasarkan hasil pembahasan dapat dikemukakan bahwa Pasal 1 butir 2 dan 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 Keberadaan girik pada dasarnya dapat dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan sebagaimana Tergugat yang mengklaim hak atas tanahnya yang sudah diwakafkan. Namun demikian, Penggugat dalam hal ini juga mempunyai alat bukti sertipikat hak hak milik wakaf oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor, dimana dalam fakta dipersidangan dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan wakaf sudah memenuhi syarat sahnya wakaf, demikian halnya dengan penerbitan sertipikat hak milik wakaf, sehingga keberadaan surat girik yang diajukan oleh Tergugat dalam hal ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pertimbangan hukum hakim menolak gugatan Pembanding dalam Putusan Nomor 0143/Pdt.G/2017/PTA.Bdg sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dimana Surat Girik C. No. 423 tertanggal 5 Mei 1989 / Daftar Keterangan Obyek Untuk Ketetapan Pajak Sektor Pedesaan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Dinas Luar Tk. I IPEDA Bogor disamping cacat hukum juga tidak terdaftar dalam basisdata SISMIOP sebagaimana dipertimbangkan diatas, maka Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa Para Tergugat tidak mempunyai dasar hukum untuk menguasai tanah wakaf yang menjadi obyek sengketa, sehingga sertipikat hak milik wakaf mempunyai kekuatan hukum sah dan mengikat.
Untuk saran disebutkan bahwa : Kepada pihak Kantor Pertanahan dalam hal ini Kepala Kantor Pertanahan, staff dan jajarannya untuk ke depannya agar dapat hendaknya proses pemilikan sertipikat pengganti hak milik atas tanah harus sesuai dengan azas pendaftaran tanah yang ada bahwasanya harus dilaksanakan dengan azas sederhana, murah dan cepat untuk mewujudkan kepastian hukum di bidang pertanahan. Dalam hal ini azas tersebut penting untuk diwujudkan dalam rangka perolehan sertipikat hak milik atas tanah sehingga masyarakat golongan menengah ke bawah khususnya dapat segera memiliki sertipikat hak atas tanah tersebut, khsusnya masyarakat yang masih menggunakan Kutipan Buku Letter C sebagai pembuktian terhadap hak milik atas tanah. Perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menangani masalah pertanahan yang berkaitan dengan kutipan buku letter C karena bukti kepemilikan tanah berupa kutipan Letter C, berpotensi menimbulakan konflik atau rentan konfik, dikarenakan sengketa atas kepemilikan tanah berdasarkan buku Letter C yang pada kenyataannya memang banyak halhal yang perlu dicermati, sehingga semua instansi baik Lurah dalam melakukan verivikasi obyek,membuat riwayat tanah lebih berhati-hati, juga Notaris dalam melakukan pengumpulan alat bukti dan sebagai pejabat yang memberikan jasa kepada masyarakat lenih berhati-hati. BPN sebagai instansi pemerintah yang berkaitan langsung dalam proses penerbitan sertipikat ini akan jauh lebih berhati- hati agar tidak ada gugatan dari pihak manapun dengan terbitnya bukti kepemilikan hak atas tanah yang berupa sertipikat. Timbul sertipikat ganda taupun timbul tumpang tindih Masyarakat dapat lebih sadar hukum dengan melengkapi surat-surat atas tanah yang dimiliki berdasarkan buku Letter C tersebut. Dalam menunjang, kesadaran hukum tersebut perlu dilakukan penyuluhanpenyuluhan kepada masyarakat desa yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah mengenai pentingnya kelengkapan surat-tanah sebagai bukti kepemilikan tanah.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]