Perbuatan Spill-Case yang dilakukan Terduga Korban Kekerasan Seksual ditinjau dari Hukum Pidana Positif
Abstract
Perkembangan teknologi informasi menyebabkan masyarakat mulai menggunakan media internet untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas. Sayangnya tidak semua orang menggunakan media sosial ini dengan bijak, seringkali informasi-informasi pribadi yang sifatnya privasi dan belum terbukti kebenarannya disebarkan hanya untuk menarik perhatian dari pengguna media sosial yang lain. seperti yang sedang marak dilakukan oleh netizen di indonesia saat ini yaitu “spill case”. Fenomena ini membuat para terduga korban tindak pidana, khususnya kekerasan seksual mengambil langkah untuk melakukan spill di media sosial guna menarik simpati atau dukungan dari netizen Indonesia untuk mendorong penyelesaian kasus kekerasan seksual yang dialaminya, perilaku ini memunculkan berbagai respon dari netizen hingga berujung tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) oleh netizen, padahal ada asas praduga tak bersalah (Presumtion of Innoncent) dalam hukum pidana. Spill case masih bias jika disebut sebagai suatu perbuatan pidana, karena fenomena ini timbul akibat ketidakpercayaan terduga korban terhadap lembaga penegak hukum, bukan berarti juga perbuatan ini sesuatu yang dibenarkan oleh hukum dan jika dilihat dari akibatnya, perbuatan ini juga masuk kedalam suatu tindak pidana yang khususnya menggunakan media internet. Rumusan masalah pada skripsi ini adalah : pertama, apakah perbuatan spill case yang dilakukan terduga korban kekerasan seksual di media sosial memenuhi unsur-unsur suatu perbuatan pidana menurut hukum pidana positif? Kedua, apa bentuk perlindungan hukum terhadap korban dari perbuatan spill case terduga korban kekerasan seksual menurut hukum positif?
Metode penelitian menggunakan yuridis normatif yang berfokus pada kaidah, asas-asas serta mengkaji berbagai bahan hukum seperti Undang-Undang, Peraturan-Peraturan, dan juga referensi-referensi yang berhubungan dengan isu hukum yang akan dijawab.pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), dengan bahan hukum yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Analisis yang digunakan pada penilitian hukum normatif ini bersifat kualitatif dengan cara memberikan deskripsi dengan kata-kata, dengan sasarannya untuk menguji kualitas dari isi sebuah norma hukum yang mana rumusan pembenarannya didasarkan atas doktrin, teori, maupun dari rumusan norma hukum itu sendiri. Penelitian normatif memiliki sifat analisis yang preskriptif yang menyebabkan hasil peneilitian ini berbentuk argumen berisi penilaian atas apa yang seharusnya menurut hukum positif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pertama, perbuatan spill case ini memenuhi unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang melarang seseorang mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak, terduga korban juga tidak memenuhi keadaan-keadaan yang dapat mengecualikan pertanggungjawaban pidana sehingga terduga korban yang melakukan spill case bisa dimintai pertanggungjawaban pidana sesuai ketentuam Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kedua, Perlindungan hukum secara abstrak yang didapatkan korban pencemaran nama baik sesuai dengan asas lex specialis merujuk pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjatuhkan pidana pada pelaku pencemaran nama baik sesuai dengan Pasal 45 ayat (3) dan perlindungan hukum korban pencemaran nama baik secara konkret merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
Kesimpulan dan saran yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan dari penulis mengenai permasalahan ini yaitu : perbuatan spill case melanggar Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan korban yang dirugikan akibat perbuatan ini dilindungi oleh hukum berupa perlindungan abstrak dan konkret, perlindungan abstrak berupa penjatuhan pidana terhadapa pelaku dan perlindungan konkret dapat diajukan sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban dan peraturan terkait. Terduga pelaku yang nama baiknya tercemar karena perbuatan spill case dapat membuat aduan ke kepolisian karena spill case termasuk kedalam tindak pidana pencemaran nama baik, sedangkan bagi terduga korban tindak pidana kekerasan seksual jika memang benar perbuatan itu terjadi disarankan melaporkan atau membuat aduan ke kepolisian dari pada melakukan perbuatan spill case di media sosial. Perlindungan hukum korban yang ada pada saat ini belum dapat mengembalikan kerugian yang dialami oleh korban sehingga perlu adanya pembaharuan hukum khususnya dalam hal penggantian kerugian immateril dan pemulihan nama baik yang dialami oleh korban pencemaran nama baik.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]