Show simple item record

dc.contributor.authorGARDA S., Galang
dc.date.accessioned2023-06-18T22:32:44Z
dc.date.available2023-06-18T22:32:44Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.nim160110201036en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/116973
dc.descriptionFinalisasi repositori 19 Juni 2023_Kurnadien_US
dc.description.abstractSastra sebagai suatu kegiatan kreatif dan sebuah karya seni, merupakan wujud nyata dari proses berpikir sekaligus interaksi pencipta karya dengan kelompoknya. Selain itu, ilmu sastra sekaligus menunjukkan keistimewaan serta keanehan yang tidak dapat dilihat dari banyak ilmu pengetahuan lain; yaitu bahwa objek utama penelitiannya belum tentu, bahkan tidak karuan (Teeuw, 1984:19). Dari keaneahan sekaligus keistimewaan tersebut seorang penelaah sastra harus mampu menerjemahkan pengalaman sastranya dalam bahasa ilmiah, dan dapat menjabarkannya dalam uraian yang jelas dan rasional (Wellek, 1989:3). Novel Kemarau karya A. A. Navis memiliki ciri khas kuat akan makna dan sindiran terhadap fenomena sosial. Latar musim kemarau berkepanjangan, mengungkapkan usaha tokoh bernama Sutan Duano untuk meyakinkan penduduk kampung agar mau bekerja keras melawan kekeringan. Proses penceritaan novel ini mengingatkan kita akan karya lain dari Navis Robohnya Surau Kami. Tidak jauh berbeda, kedua karya ini memiliki sindiran yang sama dan menjadikan pola kebiasaan masyarakat sebagai objek dari pengarang. Untuk membahas novel Kemarau Karya A.A. Navis, peneliti menggunakan teori strukturalisme dinamik untuk memahami kedalaman cerita baik dari segi intrinsik maupun ekstrinsik sebuah karya. Bertujuan untuk mendeskirpsikan unsur intrinsik dan ekstrinsik, mendeskripsikan nilai estetik dan edukasi sebuah karya, serta mendeskripsikan gagasan pengarang mengenai budaya lokal yang ada di dalam karya. Adapun metode yang digunakan yakni metode kualitatif dan empat pendekatan menurut M.H. Abrams, yakni pendekatan objektif, mimetik, ekspresif dan pragmatik. Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk memahami karya ilmiah. Penggunaan metode yang tepat akan berpengaruh pada keberhasilan penulisan sebuah karya ilmiah. Empat pendekatan M.H. Abrams dipilih karena memiliki kerangka yang sama dengan teori Strukturalisme Dinamik. Keinginan Dinamik yang mengkaji intrinsik karya sastra diwakilkan dengan pendekatan objektif. Adapun ekstrinsik karya sastra diwakilkan dengan pendekatan ekspresif, mimetik, dan pragmatik. Untuk pendekatan dari segi ekstrinsik tidak ada pengembangan pada segi cabang pembahasan. Tetapi untuk segi intrinsik, teorinya mengembangkan unsur pembahasan menjadi empat jenis, yakni: tema, penokohan, latar, dan konflik. Hasilnya, pembahasan dari masing-masing pendekatan memeiliki kedalamannya masing-masing. Dalamnya pembahasan bergantung pada konten yang ada di dalam objek karya. Pertama adalah pendekatan objektif. Empat unsur yang disebutkan di atas memunculkan gagasan tokoh, deskripsi tokoh dengan porsi penceritaan dominan, latar waktu dan tempat yang ada di dalam novel, dan konflik yang terjadi akibat permasalahan alam, antar manusia, serta manusia dengan kelompok. Kedua adalah pendekatan ekspresif. Berfokus terhadap penulis karya, maka peneliti mengungkap seberapa banyak penulis karya sastra meninggalkan jejak dirinya di dalam novel. Ali Akbar Navis tidak banyak meninggalkan jejak mengenai siapa dirinya di dalam karya, misalnya saja riwayat pendidikan atau riwayat kerja. Dia hanya menanamkan betapa dia seorang yang lahir, besar dan paham betul pada budaya Minangkabau. Selebihnya A.A. Navis menyampaikan gagasan pribadinya mengenai cara manusia hidup dan cara manusia memahami serta mempraktikkan agama. Ketiga adalah pendekatan mimetik. Hasilnya, karya ini memperlihatkan keakraban Navis dengan budayanya. Sekali atau dua kali dia menjelaskan tentang makna kata daerah Minang yang disertakannya di dalam novel. Dia menuliskan bahwa pernikahan di Minangkabau tidak bisa dilakukan sembarangan. Realitanya, ketika seorang pemuda-pemudi masih satu kemenakan pernikahan tidak diperbolehkan berlangsung. Ada juga dia menjelaskan korelasi antara kenampakan alam di daerah Sumatra Barat yang dimasukkannya di dalam novel. Provinsi Sumatra Barat memiliki beberapa gunung dan danau, secara topografi daerahnya berupa pegunungan. Kenampakan alam itu Navis sertakan ketika menjelaskan keadaan manusia dan alam di desa tempatnya bercerita. Selain itu, Navis menceritakan pengalaman hidupnya yang berhubungan dengan zaman kolonialsime Belanda dan Jepang. Tidak banyak yang disampaikannya soal kolonalisme. Munculnya bagian rentetan sejarah Indonesia ini terkesan sebagai penjelasan latar waktu cerita saja. Keempat adalah pendekatan pragmatik. Pendapat peneliti sebagai pembaca, sekaligus ditambah pendapat peneliti lain yang juga mengungkapkan pendapat soal Kemarau diolah di dalam pembahasan ini. Menurut penulis sendiri, novel Kemarau setidaknya menawarkan pandangan tentang makna kehidupan. Navis mencoba menawarkan solusi untuk memiliki kehidupan sejahtera adalah kerja keras, pantang ikut-ikutan, kreatif, dan pandai memanfaatkan peluang. Di samping itu, menurut peneliti novel ini juga menawarkan solusi untuk keraguan mengenai pemahaman serta praktik beragama. Solusi-solusi ini memang tidak dapat dipraktikkan pada keseluruhan aspek agama maupun kehidupan. Namun setidaknya dapat memunculkan solusi nyata di tengah pencarian kebenaran.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Ilmu Budayaen_US
dc.subjectKajian Strukturalismeen_US
dc.subjectStrukturalisme Dinamiken_US
dc.subjectAnalisis Novelen_US
dc.titleKajian Strukturalisme Dinamik terhadap Novel Kemarau Karya A.A.Navisen_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiSastra Indonesiaen_US
dc.identifier.pembimbing1Dra. Titik Maslikatin, M.Hum.en_US
dc.identifier.pembimbing2Dr. Heru Setya Puji Saputra, M.Hum.en_US
dc.identifier.validatorvalidasi_repo_iswahyudi_Juni_2023_7en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record