Kajian Strukturalisme Dinamik terhadap Novel Kemarau Karya A.A.Navis
Abstract
Sastra sebagai suatu kegiatan kreatif dan sebuah karya seni, merupakan
wujud nyata dari proses berpikir sekaligus interaksi pencipta karya dengan
kelompoknya. Selain itu, ilmu sastra sekaligus menunjukkan keistimewaan serta
keanehan yang tidak dapat dilihat dari banyak ilmu pengetahuan lain; yaitu bahwa
objek utama penelitiannya belum tentu, bahkan tidak karuan (Teeuw, 1984:19).
Dari keaneahan sekaligus keistimewaan tersebut seorang penelaah sastra harus
mampu menerjemahkan pengalaman sastranya dalam bahasa ilmiah, dan dapat
menjabarkannya dalam uraian yang jelas dan rasional (Wellek, 1989:3). Novel
Kemarau karya A. A. Navis memiliki ciri khas kuat akan makna dan sindiran
terhadap fenomena sosial. Latar musim kemarau berkepanjangan,
mengungkapkan usaha tokoh bernama Sutan Duano untuk meyakinkan penduduk
kampung agar mau bekerja keras melawan kekeringan. Proses penceritaan novel
ini mengingatkan kita akan karya lain dari Navis Robohnya Surau Kami. Tidak
jauh berbeda, kedua karya ini memiliki sindiran yang sama dan menjadikan pola
kebiasaan masyarakat sebagai objek dari pengarang.
Untuk membahas novel Kemarau Karya A.A. Navis, peneliti
menggunakan teori strukturalisme dinamik untuk memahami kedalaman cerita
baik dari segi intrinsik maupun ekstrinsik sebuah karya. Bertujuan untuk
mendeskirpsikan unsur intrinsik dan ekstrinsik, mendeskripsikan nilai estetik dan
edukasi sebuah karya, serta mendeskripsikan gagasan pengarang mengenai
budaya lokal yang ada di dalam karya. Adapun metode yang digunakan yakni
metode kualitatif dan empat pendekatan menurut M.H. Abrams, yakni pendekatan
objektif, mimetik, ekspresif dan pragmatik. Metode adalah suatu cara yang
digunakan untuk memahami karya ilmiah. Penggunaan metode yang tepat akan
berpengaruh pada keberhasilan penulisan sebuah karya ilmiah.
Empat pendekatan M.H. Abrams dipilih karena memiliki kerangka yang
sama dengan teori Strukturalisme Dinamik. Keinginan Dinamik yang mengkaji
intrinsik karya sastra diwakilkan dengan pendekatan objektif. Adapun ekstrinsik
karya sastra diwakilkan dengan pendekatan ekspresif, mimetik, dan pragmatik.
Untuk pendekatan dari segi ekstrinsik tidak ada pengembangan pada segi cabang
pembahasan. Tetapi untuk segi intrinsik, teorinya mengembangkan unsur
pembahasan menjadi empat jenis, yakni: tema, penokohan, latar, dan konflik.
Hasilnya, pembahasan dari masing-masing pendekatan memeiliki
kedalamannya masing-masing. Dalamnya pembahasan bergantung pada konten
yang ada di dalam objek karya. Pertama adalah pendekatan objektif. Empat unsur
yang disebutkan di atas memunculkan gagasan tokoh, deskripsi tokoh dengan
porsi penceritaan dominan, latar waktu dan tempat yang ada di dalam novel, dan
konflik yang terjadi akibat permasalahan alam, antar manusia, serta manusia
dengan kelompok.
Kedua adalah pendekatan ekspresif. Berfokus terhadap penulis karya,
maka peneliti mengungkap seberapa banyak penulis karya sastra meninggalkan
jejak dirinya di dalam novel. Ali Akbar Navis tidak banyak meninggalkan jejak
mengenai siapa dirinya di dalam karya, misalnya saja riwayat pendidikan atau
riwayat kerja. Dia hanya menanamkan betapa dia seorang yang lahir, besar dan
paham betul pada budaya Minangkabau. Selebihnya A.A. Navis menyampaikan
gagasan pribadinya mengenai cara manusia hidup dan cara manusia memahami
serta mempraktikkan agama.
Ketiga adalah pendekatan mimetik. Hasilnya, karya ini memperlihatkan
keakraban Navis dengan budayanya. Sekali atau dua kali dia menjelaskan tentang
makna kata daerah Minang yang disertakannya di dalam novel. Dia menuliskan
bahwa pernikahan di Minangkabau tidak bisa dilakukan sembarangan. Realitanya,
ketika seorang pemuda-pemudi masih satu kemenakan pernikahan tidak
diperbolehkan berlangsung. Ada juga dia menjelaskan korelasi antara
kenampakan alam di daerah Sumatra Barat yang dimasukkannya di dalam novel.
Provinsi Sumatra Barat memiliki beberapa gunung dan danau, secara topografi
daerahnya berupa pegunungan. Kenampakan alam itu Navis sertakan ketika
menjelaskan keadaan manusia dan alam di desa tempatnya bercerita. Selain itu,
Navis menceritakan pengalaman hidupnya yang berhubungan dengan zaman
kolonialsime Belanda dan Jepang. Tidak banyak yang disampaikannya soal
kolonalisme. Munculnya bagian rentetan sejarah Indonesia ini terkesan sebagai
penjelasan latar waktu cerita saja.
Keempat adalah pendekatan pragmatik. Pendapat peneliti sebagai
pembaca, sekaligus ditambah pendapat peneliti lain yang juga mengungkapkan
pendapat soal Kemarau diolah di dalam pembahasan ini. Menurut penulis sendiri,
novel Kemarau setidaknya menawarkan pandangan tentang makna kehidupan.
Navis mencoba menawarkan solusi untuk memiliki kehidupan sejahtera adalah
kerja keras, pantang ikut-ikutan, kreatif, dan pandai memanfaatkan peluang. Di
samping itu, menurut peneliti novel ini juga menawarkan solusi untuk keraguan
mengenai pemahaman serta praktik beragama. Solusi-solusi ini memang tidak
dapat dipraktikkan pada keseluruhan aspek agama maupun kehidupan. Namun
setidaknya dapat memunculkan solusi nyata di tengah pencarian kebenaran.