Show simple item record

dc.contributor.authorOktavia, Putri
dc.date.accessioned2023-06-06T23:16:48Z
dc.date.available2023-06-06T23:16:48Z
dc.date.issued2023-04-04
dc.identifier.nim190910101017en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/116654
dc.descriptionFinalisasi repositori 07 Juni 2023_Kurnadien_US
dc.description.abstractSalah satu fenomena sosial yang terjadi secara global adalah munculnya komunitas dan dukungan terhadap kaum LGBT atau LGBTQ+. Pada tahun 1973, kategori homoseksual dikeluarkan dari kategori abnormal dalam PPDGJ (Pedoman Diagnostik Gangguan Jiwa) atau DSM (Manual Diagnostik dan Statistik). Beberapa negara telah melegalkan LGBTQ+ dalam beberapa bentuk, baik dalam hal melegalkan aktivitas seksual, maupun melegalkan pernikahan sesama jenis. Salah satunya adalah Thailand sebagai negara yang telah mendekriminalisasi aktivitas seksual seperti homoseksualitas dan lesbianisme sejak tahun 1956. Dari segi hukum, Thailand adalah negara yang paling memberikan perlindungan hukum dan paling tua dalam hal memvalidasi orang LGBTQ+. Thailand juga cukup identik dengan negeri Ladyboy yang lekat dengan profesi sebagai pekerja seks atau pekerja hiburan malam. Ladyboy di Thailand memiliki istilahnya sendiri, yaitu Kathoey. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan Thailand melegalkan kegiatan LGBT dan LGBTQ+ dan untuk mengetahui bagaimana suatu budaya dapat mempengaruhi kebijakan. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur untuk mengumpulkan data dan metode deskriptif kualitatif untuk menganalisis data. Teori atau konsep yang digunakan dalam tesis ini adalah konsep Nation Culture Shaping Public Policy oleh Kathrine A. Daniell. Hasil kajian menunjukkan bahwa dengan adanya model aktor dan instrumen lokal, poin religius, Thailand didukung oleh agama Buddha sebagai agama mayoritas dan memvalidasi LGBT dengan mengakui empat kategori gender. Salah satu tokoh agama yang mendukung hal tersebut adalah Biksu Ven. Shine Waradhammo, Tokoh Masyarakat, beberapa diantaranya adalah Anne Jakrajutatip (Pebisnis) yang juga pemilik Organisasi Miss Universe, kemudian Pauline Ngarmpring. Tokoh di Pemerintahan, salah satunya adalah Tanwarin Sukkhapisit, anggota parlemen Thailand. Instrumen lokal yaitu Anjaree, Sapaan, Thai Trans Female Association Of Thailand (TFAT) dan Rainbow Sky Association of Thailand Community (RSAT). dalam hal keterlibatan internasional melalui generalisasi budaya nasional, ada USAID dan UNDP serta ILO (International Labour Organization). Dan poin terakhir yaitu dampak terhadap perilaku ekonomi suatu negara, Thailand pada tahun 2019, Tourism Authority of Thailand (TAT) meluncurkan kampanye progresif bertajuk “Go Thai Be Free”. Dengan tujuan Kampanye ini untuk mempromosikan Thailand sebagai destinasi yang ramah bagi komunitas LGBTQ+.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politiken_US
dc.subjectLGBTen_US
dc.subjectThailanden_US
dc.titleLegalisasi Aktivitas Lesbian, Gay Biseksual, Transgender dan Queer (LGBTQ+) di Thailanden_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiIlmu Hubungan Internasionalen_US
dc.identifier.pembimbing1Honest Dody Molasy S.Sos, MA., CIQaR., CIQnR.,CRPen_US
dc.identifier.pembimbing2Drs.Pra Adi Soelistijono M.Si.`en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record