Show simple item record

dc.contributor.authorDENI, Widyawati Pustika
dc.date.accessioned2023-05-11T06:24:31Z
dc.date.available2023-05-11T06:24:31Z
dc.date.issued2022-12-21
dc.identifier.nim180710101106en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/116083
dc.descriptionFinalisasi unggah file repositori tanggal 11 Mei 2023_Kurnadien_US
dc.description.abstractPelecehan seksual ditahun sekarang semakin marak dan semakin bertambah meningkat di setiap tahunnya. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Komnas Anak menerima 2.898 TOTAL kekerasan terhadap anak. Dari 2.898 total persoalan, 60% adalah kejahatan seksual. 40% sisanya adalah kasus kekerasan fisik, penelantaran, pelecehan, pemerkosaan, adopsi ilegal, penculikan, perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual atau ekonomi, kontroversi, serta masalah narkoba. Berkenaan dengan perlindungan anak, ada Pasal-Pasal yang cukup menjamin upaya-upaya untuk mewujudkan hak-hak anak. Salah satunya adalah dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut sebagai UU Perlindungan Anak), yang mana hak-hak anak diatur didalamnya. Mulai dari mengatur tentang Hak Asasi Anak, Kewajiban orang tua dan keluarga, bahkan sampai dengan perlindungan anak yang menjadi korban atas tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh setiap orang. Dari hal tersebut, Kekerasan Seksual dan anak ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut sebagai KUHP) Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 kemudian diatur secara spesifik di dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2020 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (selanjutnya disebut dengan UU Tipin Kekerasan Seksual) dan juga dalam perihal anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Seperti yang terjadi beberapa bulan yang lalu ditempat pendidikan daerah Bandung, di mana terdapat seorang tenaga pendidik yang berinisial HW, telah terbukti melakukan tindak pidana kekerasan dan pelecehan seksual kepada para santrinya setotal 13 korban yang berusia di bawah umur diantaranya 8 santri telah melahirkan anak yang salah satunya melahirkan dua kali total 9 bayi dari anak korban. HW juga melakukan perbuatan pidana diantaranya memperkerjakan anak dibawah umur, kurikulum dari yayasannya yang tidak mengikuti peraturan yang ada, serta melakukan beberapa kali tipu muslihat untuk mengajak anak korban melakukan hubungan seksual dengannya. Dari kejadian tersebut Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan hukuman berupa penjara seumur hidup dan membebankan restitusi kepada Lembaga Negara. Dengan pertimbangan pada Pasal 67 KUHP yang memuat didalamnya yaitu “orang yang dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup itu tidak boleh dijatuhi pidana lain kecuali pencabutan hak-hak yang tertentu, perampasan barang-barang yang telah disita sebelumnya dan pengumuman putusan hakim”. Setelahnya Jaksa Penuntut Umum kepada Pengadilan Tinggi Bandung melakukan memori banding yang dibacakan oleh pada hari Senin, 4 April 2022, menyatakan menghukum terdakwa HW dengan pidana mati dan membebankan restitusi kepada terdakwa HW. Dari penjabaran tersebut terdapat isu yang menarik untuk dibahas tentang Tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak, yaitu hakim yang memberikan hukuman kepada HW berupa hukuman mati serta membebankan restitusi kepada HW tanpa melibatkan Pasal 67 KUHP. Setelahnya dari Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung yang pada saat ini masih dalam proses pengajuan permohonan kasasi di Mahkamah Agung. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatife karena penyelesaian permasalahan dalam skripsi ini menggunakan kaidah-kaidah hukum positif dengan menggunakan pendekatan konseptual, kasus dan pendekatan perundang-undangan. Bahan hukum yang digunakan merupakan bahan huku primer, bahan hukum sekunder serta bahan nonhukum serta dengan menganalisa bahan hukum hukum yang ada sebagai langkah terakhir. Hasil dari penelitian skripsi ini membuktikan bahwa pasal 67 KUHP digunakan oleh Hakim Pengadilan Negeri untuk memberikan hukuman maksimal terhadap terdakwa dengan Pidana Seumur Hidup dengan pertimbangan Pasal 81 UU Perlindungan Anak . Kemudian pada Hakim Pengadilan Negeri juga membahas penjatuhan pembebanan kepada Lembaga Negara yaitu Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak RI (KPPA RI). Maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah para Bahwa Hakim Pengadilan Negeri Bandung mempertimbangkan Pasal 81 ayat (5), (6), dan ayat (7) dan Pasal 67 KUHP karena hukuman pidana tertinggi yang berada di Pasal 81 adalah hukuman mati, dalam Pasal tersebut juga menambahkan adanya hukuman tambahan berupa kebiri kimia dan pengumuman identitas pelaku. Hal ini menyimpangi pasal 67 KUHP yang menyatakan pidana mati atau seumur hidup tidak boleh dibarengi dengan pidana lainnya. Majelis Hakim menyimpangi Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2017 tentang Pelaksana Restitusi bagi anak yang menjadi Korban Tindak Pidana, dan PERMA No. 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Dan Pemberian Restitusi Dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana yang mana pembebanan tersebut harus diberikan kepada terdakwa atau pihak ketiga sebagai termohon restitusi, bukan kepada lembaga negara yang memiliki kewenangan dan bisa mempermudah pidana pelaku kejahatan karena diringankan pembebanan restitusinya. Saran yang diberikan agar bisa lebih teliti dan cermat dalam menjatuhi beban kepada pelaku kejahatan dalam pertimbangannya, serta memperhatikan asas yang digunakan didalam membentuk penafsiran hukum untuk penjatuhan pidana serta pelaksanaan hukuman tambahan kedepanny daan penegak hukum lainnya bisa mematuhi dan menjalankan undang-undang yang berkaitan dengan hak para korban tindak pidana. Serta menjatuhkan pembebanan hukuman restitusi kepada pelaku tindak pidana, agar hal tersebut tidak menjadi penyimpangan norma yang dibangun dalam undang-undang yang telah ditetapkan.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama Dodik Prihatin An, S.H., M.Hum. Dosen Pembimbing Anggota Fiska Maulidan Nugroho,S.H., M.H.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectPENJATUHAN RESTITUSIen_US
dc.subjectDIBEBANKAN NEGARAen_US
dc.subjectKEKERASAN SEKSUAL ANAKen_US
dc.titlePenjatuhan Restitusi yang Dibebankan Negara dalam Kasus Kekerasan Seksual Anaken_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiIlmu Hukumen_US
dc.identifier.pembimbing1Dodik Prihatin An, S.H., M.Hum.en_US
dc.identifier.pembimbing2Fiska Maulidan Nugroho,S.H., M.H.en_US
dc.identifier.validatorKacung-10 Februari 2023en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record