Peralihan Hak Atas Tanah dengan Kuitansi Jual Beli
Abstract
Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak suatu bidang tanah. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang melakukan jual beli tanah tanpa akta PPAT atau pejabat yang berwenang. Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif, menemukan kesesuaian antara peraturan hukum dengan kenyataan di lapangan. Selanjutnya, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus. menggunakan bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan dan putusan hakim, bahan hukum sekunder yaitu bahan yang berasal dari hasil wawancara dan observasi yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Menghasilkan pembahasan bahwa kuitansi dikategorikan sebagai akta dibawah tangan yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga pembeli tidak mendapatkan kepastian hukum atas tanahnya. Peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli harus disertai dengan penyerahan yuridis, yaitu penyerahan yang memenuhi formalitas undang-undang, pemenuhan syarat sesuai prosedur yang telah ditetapkan, menggunakan akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT atau pejabat yang berwenang. Jual beli tanah dengan kuitansi tidak dapat dikatakan sah dan tidak memiliki kekuatan hukum dikarenakan tidak memenuhi syarat. Suatu jual beli tanah dapat dikatakan sah dan berkekuatan hukum menurut Undang-Undang Pokok Agraria apabila memenuhi syarat materiil dan formil, Penyelesaian sengketa akibat jual beli tanah dengan kuitansi dapat diselesaikan secara litigasi dan non-litigasi.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]