dc.description.abstract | Stunting termasuk masalah gizi serius yang menjadi tantangan berbagai negara di dunia. Jumlah kejadian stunting pada balita menurut World Health Organization (WHO) tahun 2020 mencapai 149,2 juta kasus (22%). Data UNICEF tahun 2020 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di wilayah Asia Tenggara dalam kategori tinggi yaitu sebesar 24,7%. Data BPS tahun 2019 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia menduduki peringkat nomor 2 se-Asia Tenggara dengan rata-rata 31,8%. Data SSGI tahun 2021 menunjukkan prevalensi balita stunting di Jawa Timur yaitu 23,5%. Jumlah balita stunting di Kabupaten Probolinggo yaitu sebesar 23,3%. Wilayah Puskesmas Kotaanyar merupakan salah satu puskesmas yang menjadi lokasi yang difokuskan dengan prevalensi stunting sebesar 28,2% pada tahun 2022 (Puskesmas Kotaanyar, 2022).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain case-control. Sampel dalam penelitian ini sejumlah 45 responden kelompok kasus balita stunting dan 45 responden kelompok kontrol balita tidak stunting dengan metode pengambilan sampel dengan simple random sampling. Variabel terikat dalam penelitian adalah kejadian stunting di Wilayah Puskesmas Kotaanyar, Kabupaten Probolinggo. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari karakteristik ibu dan balita serta aspek sosial budaya yang meliputi keyakinan keluarga, norma keluarga, pola asuh pemberian makan, dan dukungan sosial keluarga. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner, studi dokumentasi, dan pengukuran langsung. Analisis data dalam penelitian ini adalah univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan gambaran karakteristik responden di Wilayah Puksesmas Kotaanyar sebagian besar merupakan masyarakat yang lahir dan berada dalam lingkungan suku Madura (82.2% keluarga balita stunting dan 66.7% tidak stunting), jumlah pendapatan keluarga berada di bawah upah umum minimum Kabupaten Probolinggo sebesar 2.553.265 rupiah per bulan (66.7% keluarga balita stunting dan 77.8% tidak stunting). Ibu kandung balita dominan tamat SMA/sederajat (55.6% ibu balita stunting dan 51.1% tidak stunting). Sedangkan untuk karakteristik balita, diketahui bahwa kejadian stunting lebih banyak terjadi pada anak balita usia 37-48 bulan (40.0% balita stunting dan 35.6% tidak stunting) dengan jenis kelamin laki-laki lebih dominan (62.2% balita stunting dan 48.9% tidak stunting). Faktor keyakinan keluarga, norma keluarga, pola asuh pemberian makan, dan dukungan keluarga memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian stunting pada balita di Wilayah Puskesmas Kotaanyar yaitu masing nilai p-value yaitu 0,003; 0,010; 0,006; dan 0,020.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu sosial budaya yang meliputi keyakinan keluarga, norma keluarga, pola asuh pemberian makan, dan dukungan keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada anak balita di Wilayah Puskesmas Kotaayar, Kabupaten Probolinggo. Sosial budaya yang negatif Saran bagi Puskesmas Kotaanyar, Kabupaten Probolinggo perlu melakukan optimalisasi pemberian media promosi kesehatan seperti leaflet, poster, atau media lain dengan 2 bahasa (Madura-Indonesia) yang memungkinkan masyarakat memahami, peduli, dan menghindari adanya keyakinan dan norma negatif tentang kesehatan. Selain itu, optimalisai penyuluhan terkait pola pemberian makan pada anak balita yang tepat atau dengan konseling gizi, dan untuk anak yang kurang mendapat dukungan keluarga, perlu diberikan pembinaan kepada keluarga terkait pendampingan untuk ibu balita. | en_US |