dc.description.abstract | Siapa yang telah mencuri mataharinya di ujung subuh? Kabut
dan embun pun berteriak luka pada sisa deburan ombak. Yang
mengantarkan paginya di keheningan muara-muara mantra.
Waktu terhenti dan membatu ketika mata saljunya merengkuh
laut. Dan retak di pelukan langit yang menjadi atap senyum
teduhnya. Pepasir, bebuih, kekarang, lelumut pun berbisik tanya
melirih. “Ke laut manakah selendang dan omprog mu kan dilarung?
Ke matahari terbit atau terbenam?” sementara jemarinya basah air
pandan ketika melati tujuh tingkat rekah di hatinya. | en_US |