Gambaran Viskositas Saliva Pada Balita Stunting Usia 3-5 Tahun
Abstract
Stunting merupakan masalah kesehatan akibat dari malnutrisi kronis yang
sudah berlangsung bertahun-tahun dimulai dari bayi dalam kandungan sampai
1000 HPK akibat kurangnya nutrisi makronutrien dan mikronutrien. WHO
menunjukkan bahwa prevalensi balita yang mengalami stunting dibawah usia 5
tahun pada tahun 2016 secara global adalah 22,9% atau sekitar 154,8 juta anak.
Stunting yang terjadi di daerah Kecamatan Silo mayoritas terjadi akibat kurangnya
nutrisi yang diperoleh ibu ketika mengandung bayi. Stunting pada balita dapat
meningkatkan risiko terjadinya karies gigi. Pada anak stunting atau anak dengan
kekurangan gizi selama periode pertumbuhan dan perkembangan dapat
mengganggu pertumbuhan kelenjar saliva secara permanen sehingga akan
cenderung menunjukkan laju aliran saliva yang menurun, akibatnya dapat
menyebabkan terganggunya proteksi saliva di rongga mulut. Kurangnya
rangsangan terhadap sekresi saliva dapat menjadi penyebab terjadinya hal
tersebut. Apabila sekresi saliva tidak mengalami rangsangan dalam jangka waktu
yang lama akibat kekurangan nutrisi, maka dapat menyebabkan kepekatan atau
viskositas saliva menjadi tinggi. Semakin tinggi atau semakin kental viskositas
saliva maka dapat menurunkan fungsi self cleansing saliva dan mengakibatkan
terjadinya penumpukan plak. Dampak yang terjadi yaitu dapat mengurangi
kemampuan rongga mulut untuk menahan infeksi dan kapasitas buffer asam dari
plak yang kemudian dapat menimbulkan banyak masalah dalam rongga mulut
seperti meningkatnya kerentanan terhadap berbagai kondisi patogen, infeksi
mulut, serta menurunkan kualitas hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik saliva pada balita
stunting usia 3-5 tahun terutama mengkaji gambaran viskositas saliva pada balita
tersebut. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang dilaksanakan di
daerah wilayah kerja Puskesmas Silo II, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember. Subjek penelitian sebanyak 95 balita dilakukan pengumpulan saliva tanpa
stimulasi menggunakan metode spitting, kemudian dilakukan pengukuran
viskositas saliva. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan persentase.
Hasil penelitian yang telah dilakukan, balita stunting berjumlah 95 balita
yang berada di daerah wilayah kerja Puskesmas Silo II memiliki nilai viskositas
yang tinggi dengan rerata 16,19 cP. Berdasarkan variabel usia didapatkan bahwa
viskositas saliva balita berusia 3 tahun memiliki nilai rerata paling tinggi yaitu
16,5 cP. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa viskositas saliva balita
perempuan memiliki nilai rerata yang lebih tinggi yaitu 17,60 cP. Berdasarkan
tingkat keparahannya, didapatkan bahwa balita sangat pendek memiliki rerata
viskositas saliva sebesar 19,12 cP. Dapat disimpulkan bahwa kondisi viskositas
saliva baik berdasarkan usia, jenis kelamin, maupun kategori keparahannya
menunjukkan nilai yang tinggi.
Viskositas saliva balita stunting yang berada di daerah wilayah kerja
Puskesmas Silo II menunjukkan hasil yang tinggi karena balita stunting tidak
memperoleh nutrisi yang cukup saat masa pertumbuhan. Pada daerah tersebut,
balita cenderung tidak memperoleh nutrisi yang cukup sehingga jarang melakukan
aktivitas pengunyahan pada rongga mulutnya. Dampak yang dapat terjadi yaitu
sekresi saliva akan menurun. Hal tersebut dapat menyebabkan kelenjar saliva
mengalami atrofi sehingga laju alir salivanya cenderung rendah. Viskositas saliva
yang tinggi sangat berisiko menyebabkan seseorang mengalami berbagai kondisi
patogen dalam rongga mulut. Kebutuhan saliva yang tidak tercukupi dengan baik
dapat menurunkan fungsi self cleansing saliva sehingga tidak dapat melakukan
perannya dengan baik. Apabila kondisi ini tidak segera dicegah dan dibiarkan
dalam waktu yang lama, maka kelenjar saliva pada balita stunting akan mengecil
secara permanen dan tidak dapat mengalirkan saliva dengan baik
Collections
- UT-Faculty of Dentistry [2062]