Perlindungan Hukum terhadap Peredaran dan Penggunaan Kosmetik yang Telah Melampaui Batas Aman Waktu Pemakaian
Abstract
Tingginya persaingan antar para pelaku usaha akibat dari nilai permintaan atas produk kosmetika membuat pelaku usaha mengabaikan kewajiban-kewajibannya dan juga hak-hak konsumen dengan memperdagangkan produk kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, dan penandaan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Perka BPOM Nomor 11 Tahun 2017. Hal ini dibuktikan dengan beredarnya kosmetik yang telah melewati batas aman waktu pemakaian atau biasa disebut kedaluwarsa. Dimana kosmetik kedaluwarsa keberadaannya sangat dilarang dipasarkan secara bebas dan diwajibkan dilakukan penarikan oleh BPOM sesuai ketentuan Pasal 3 Perka BPOM Tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan dan Pemusnahan Kosmetika.Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini meliputi, Pertama, bentuk
pengawasan peredaran dan penggunaan kosmetik di Indonesia dalam upaya
perlindungan terhadap konsumen pada dasarnya merupakan tugas utama dari
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sesuai dengan ketentuan Pasal 2
Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM. Bentuk pengawasan
yang dilakukan oleh BPOM dilakukan dengan 3 (tiga) cara yakni, Pertama, sub sistem pengawasan produsen. Kedua, sub sistem pengawasan konsumen. Ketiga, sub sistem pengawasan pemerintah. Pada dasarnya BPOM dalam menjalankan
tugas pengawasan atas peredaran kosmetik yang telah melampaui batas aman
waktu pemakaian yaitu dilakukan ketika suatu produk sudah beredar di
masyarakat namun sebelum itu BPOM juga berwenang untuk melakukan
pengawasan sebelum suatu produk memperoleh izin edar, begitupun setelah
memiliki izin edar BPOM masih berwenang mengawasi peredaran suatu produk
tersebut. Kedua, bentuk tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang
mengedarkan produk kosmetik yang telah melewati batas aman pemakaian yaitu
Pertama, mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi sesuai dengan
kerugian yang dialami oleh konsumen pengguna kosmetik kedaluwarsa (Pasal 19
UUPK). Kedua, pelaku usaha juga dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara
paling lama lima (5) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00
(dua miliyar rupiah) (Pasal 62 UUPK). Ketiga, sanksi tambahan berupa perintah
penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen
dan kewajiban penarikan barang dari peredaran tertentu (Pasal 63 UUPK).
Keempat, sanksi penarikan wajib bagi produk kosmetik kedaluwarsa sesuai
ketentuan Perka BPOM tentang Kriteria Dan Tata Cara Penarikan Dan
Pemusnahan Kosmetika dan Pasal 106 UU Kesehatan. Ketiga, bentuk
penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan akibat
menggunakan produk kosmetik yang diedarkan oleh pelaku usaha yang
melampaui batas waktu aman untuk digunakan, diantaranya : Pertama, sesuai
Pasal 45 ayat (1) UUPK konsumen dapat menyelesaikan perkaranya melalui jalur
pengadilan atau via litigasi dengan mengajukan gugatan Perbuatan Melawan
Hukum (PMH) yang bertujuan untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang
dialami oleh konsumen kosmetik kedaluwarsa. Kedua, penyelesaian sengketa
dilakukan di luar pengadilan atau non-litigasi ditangani oleh Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) ditempuh menggunakan cara mediasi, atau arbitrase,
atau konsiliasi. Ketiga, penyelesaian sengketa secara pidana dapat ditempuh oleh
konsumen, apabila pelaku usaha tidak melaksanakan putusan yang telah
dikeluarkan oleh BPSK (Pasal 56 ayat (4) UUPK). Keempat, penyelesaian
sengketa secara administratif, dapat dilakukan apabila pelaku usaha tidak
menjalankan kewajibannya yaitu dengan memberikan ganti rugi atas kerugian
yang dialamai oleh konsumen (Pasal 60 UUPK). Kesimpulan dan saran pada penelitian ini meliputi, Pertama, khususnya
untuk konsumen lebih teliti dan berhati-hati oleh harga miring yang dijual
dibawah harga pasar dan juga pada kemasan kosmetik saat ini telah dilengkapi
dengan kode barcode, dimana hal tersebut mempermudah konsumen untuk
mengecek keaslian suatu produk kosmetik dan juga memastikan produk kosmetik
tersebut tidak melampaui batas aman pemakaian. Kedua, pelaku usaha diharapkan
lebih memiliki kesadaran diri dengan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha sesuai ketentuan Pasal 8 UUPK. Ketiga, pemerintah
lebih rutin dalam melakukan pengawasan terhadap produk kosmetik yang telah
melewati batas aman waktu pemakaian dengan bantuan masyarakat yang
proactive agar kasus seperti beredarnya kosmetik kedaluwarsa ini dapat
diminimalisir.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]