Hamil di Luar Nikah Sebagai Alasan Diajukannya Permohonan Dispensasi Permohonan Dispensasi Kawin (Studi Penetapan Nomor 2178/Pdt.P/2021/PA.Jr)
Abstract
Pada bab 1 Pendahuluan, menguraikan latar belakang bahwa berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sudah
dijelaskan adanya beberapa syarat untuk melangsungkan perkawinan salah
satunya adalah batas umur dalam melangsungkan suatu perkawinan. Batas umur
dalam melangsungkan perkawinan telah ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagaimana direvisi
dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, sebagaimana diatur dalam
Pasal 7 ayat (1) bahwa : Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita
sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Pada ketentuan Pasal 7 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan juga dijelaskan
prinsip mengenai perkawinan yaitu salah satunya untuk melangsungkan
perkawinan calon suami harus sudah matang baik jiwa maupun raganya. Terkait
pernikahan di bawah umur, penulis melakukan analisis Permohonan Dispensasi
Nikah dalam Penetapan Pengadilan Agama Jember Nomor 2178/Pdt.P/2021/
PA.Jr. yang diajukan oleh orang tua anak (disamarkan) melalui kuasa hukumnya
advokat Siti Anisa, S.H. Para Pemohon dengan surat Permohonannya tertanggal 16
September 2021 yang telah didaftar di Kapaniteraan Pengadilan Agama Jember.
Rumusan masalah yang dikaji antara lain : (1) Apakah ratio decidendi hakim
mengabulkan perkawinan anak karena adanya kondisi hamil di luar nikah sudah
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan (2) Apakah akibat hukum
dikabulkannya permohonan dispensasi kawin melalui Penetapan Pengadilan
Agama Jember Nomor 2178/Pdt.P/2021/PA.Jr. Metode penelitian menggunakan
tipe penelitian yuridis normatif, dengan 3 (tiga) macam pendekatan, yakni
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual
(conseptual approarch) serta pendekatan kasus. Bahan hukum meliputi bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, dengan analisis bahan hukum yang
dipergunakan adalah deskriptif kualitatif.
Pada bab 2 yaitu tinjauan pustaka, menguraikan Teori yang dipergunakan
dalam penyusunan skripsi ini, yaitu perkawinan, dispensasi perkawinan,
pengertian orang yang belum dewasa dan batasan usia dewasa, serta Penetapan
Pengadilan.
Bab 3 bab pembahasan, dimana menguraikan hasil kajian yang diperoleh
bahwa : Pertimbangan hukum yang dipergunakan oleh hakim dalam mengabulkan
dispensasi nikah pada Penetapan Pengadilan Agama Jember Nomor
2178/Pdt.P/2021/PA.Jr, sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang
Undang Perkawinan jo Pasal 15 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam. Terkait
demikian, hubungan keduanya (calon suami dan isteri) sudah saling mencintai dan
sulit dipisahkan, bahkan calon istri anak Para Pemohon telah hamil 3 bulan serta
antara keduanya tidak ada halangan perkawinan sebagaimana ketentuan peraturan
perundang-undangan maupun hukum Islam.
Bab 4 merupakan bab penutup dimana ada 2 (dua) hal, Pertama :
pertimbangan hukum yang dipergunakan oleh hakim dalam mengabulkan
dispensasi nikah tersebut, pada dasarnya hakim berpedoman pada sisi kebaikan,
sisi membawa pengaruh positif, bahwa berdasarkan kaidah fiqhiyah yang Artinya :
“Jika dihadapkan pada dua mafsadat, maka mafsadat yang lebih besar harus
dihindari dengan cara mengambil mafsadat yang lebih ringan " Kaidah fiqhiyah yang
Artinya : "Menghindari kerusakan harus didahulukan daripada menarik
kemaslahatan”. Dalam hal ini hubungan keduanya (calon suami dan isteri) sudah
saling mencintai dan sulit dipisahkan, bahkan calon istri anak Para Pemohon telah
hamil 3 bulan serta antara keduanya tidak ada halangan perkawinan sebagaimana
ketentuan peraturan perundang-undangan maupun hukum Islam. Kedua, Akibat
hukum dikabulkannya permohonan dispensasi kawin melalui Penetapan
Pengadilan Agama Jember Nomor 2178/Pdt.P/2021/PA.Jr, maka Surat Penetapan
dari Pengadilan Agama tersebut selanjutnya dapat dibawa oleh pemohon ke
Kantor Urusan Agama setempat. Berdasarkan penetapan tersebut, KUA dapat
melaksanakan perkawinan pemohon. Terkait demikian perkawinan antara suami
istri yang belum memenuhi batasan usia perkawinan adalah sah dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Saran, antara lain : Kepada masyarakat Indonesia
hendaknya dapat menyadari dampak negatif adanya pernikahan di bawah umur
sehingga hendaknya dipikirkan terlebih dahulu sebab akibat dan kesiapan mental
bagi anaknya atau kesiapan mental bagi calon suami dan calon istri jika akan
melangsungkan perkawinan dengan usia yang melenceng dari ketentuan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan karena setidaknya kita sebagai Warga
Negara yang baik akan lebih baik jika mematuhi Hukum yang berlaku di Negara
kita sendiri. Kepada pemerintah juga sebaiknya merekronstrusksi usia perkawinan
dalam Hukum Nasional yang ideal untuk melangsungkan perkawinan sehingga
dapat digunakan oleh hakim dalam mengabulkan dispensasi perkawinan. Selain
itu juga penyeragaman batas usia dewasa dalam perundang-undangan di Indosesia
untuk layak dikatakan cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Kepada pihak
orang tua perlu untuk lebih memperhatikan pendidikan anak termasuk
pengawasan kepada anak, agar terhindari dari pergaulan bebas sehingga nggak
terjadi hamil di luar nikah sehingga terjadi keterpaksaan untuk segera menikahkan
anaknya. Terkait adanya usia matang untuk menikah, perkawinan diharapkan
dapat berjalan langgeng dan baik serta mewujudkan keluarga yang sakinah,
mawaddah dan warohmah.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]