dc.description.abstract | Perjanjian tertutup merupakan salah
satu kegiatan yang dilarang menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dikatakan sebagai
kegiatan yang dilarang karena perjanjian tertutup biasanya dijadikan oleh para pelaku
usaha makro dalam mengendalikan pasar (market power) baik dalam kegiatan
distribusi ataupun penyaluran produk-produk pada konsumen sehingga hal tersebut
menyebabkan para pelaku usaha mikro maupun para pelaku usaha lainnya yang
memproduksi barang yang sama sulit dalam bersaing dipasaran. Sehingga
kesejahteraan antara pelaku usaha sulit terwujud. Berkaitan dengan perjanjian tertutup,
terdapat isu hukum adanya perjanjian eksklusif pada perjanjian kerja yang melibatkan
Main Dealer, Bengkel AHASS sebagai Dealer dan PT AHM sebagai Agen/Distributor
Tunggal. Dalam perjanjiannya memuat persyaratan bahwa siapa pun yang ingin
memiliki bengkel AHASS harus menerima peralatan minimal awal (strategic tools)
dari AHM, dan wajib membeli suku cadang lain (antara lain pelumas) dari AHM.
Selain itu, juga terdapat perjanjian ekslusif yang berkaitan dengan potongan harga suku
cadang (termasuk pelumas) yang diperoleh pemilik bengkel AHASS, jika mereka
hanya menjual suku cadang asli dari AHM dan/atau tidak menjual pelumas merek lain.
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah:
Pertama, bisa atau tidak perjanjian antara bengkel AHASS dengan PT. AHM terkait
kewajiban membeli dan pemberian potongan harga suku cadang dapat dikategorikan
sebagai Perjanjian Tertutup, kedua akibat hukum apabila perjanjian antara Bengkel
AHASS dan PT AHM terbukti merugikan pelaku usaha lain, ketiga upaya penyelesaian
jika terjadi pelanggaran perjanjian tertutup yang dilakukan oleh Bengkel AHASS dan
PT. AHM. Tujuan penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: tujuan
umum dan tujuan khusus. Manfaat penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi dua
yaitu: manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Tinjauan Pustaka dalam penulisan skripsi ini adalah, pertama tentang
Perjanjian¸ kedua tentang Perjanjian Tertutup, ketiga tentang Suku Cadang Motor,
keempat tentang Bengkel AHASS, dan kelima tentang PT. AHM. Metode Penelitian
dalam skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif (legal reserch) dengan
pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan undang-undang (statute approach) dan
pendekatan kasus ( casus approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum
serta Analisis bahan hukum.
Hasil penelitian dalam akripsi ini yaitu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15 ( Perjanjian Tertutup) perjanjian kerja yang terjadi antara
Bengkel AHASS dan PT AHM merupakan perjanjian tertutup yang masuk dalam jenis
tying agreement dan Vertical Agreement On Discount atau exclusive dealing
(perjanjian tying).
Kesimpulan dari pembahasan skripsi ini yaitu pertama perjanjian kerja antara
Main Dealer, Bengkel AHASS sebagai Dealer dan Pt AHM sebagai Distributor
Tunggal termasuk dalam perjanjian tertutup jenis tying agreement dan Vertical
Agreement On Discount atau exclusive dealing (perjanjian tying) yang dikaitkan
dengan potongan harga) dan memenuhi unsur-unsur yang ada dalam Pasal 15 ayat (2)
dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, kedua akibat hukum yang apabila
Perjanjian yang dilakukan oleh Main Dealer, Dealer dan PT. AHM terbukti melanggar
Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah pemberian sanksi
administratif, sanksi pokok dan sanksi pokok tambahan, ketiga upaya penyelesaian
terhadap masalah atau isu hukum terkait Perjanjian antara Bengkel AHASS melalui
penyelesaian perkara persaingan usaha oleh KPPU. Pada tanggal 25 Februari 2021
Majelis Komisi atau KPPU melakukan siding lanjutan terkait dengan perjanjian yang
dilakukan PT. AHM dengan putusan akhir bahwa perkara KPPU No.31/KPPU-I/2019
dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut
Analisis penulis, Dalam pertimbangan hukum yang diuraikan oleh Majelis Komisi
telah sesuai dengan pedoman Pasal 15 karena didalamnya disebutkan dan diuraikan
berbagai dampak postif dan dampak negatif. Namun pada penyampaian dampak positif
Majelis Komisi tidak menyampaikan secara kongkrit, jelas dan tepat sesuai dengan
kualifikasi dampak positif yang ada dalam Pedoman Pasal 15.
Saran yang diberikan penulis yaitu pertama Para penegak hukum dan
pengawas hukum terkait hukum persaingan usaha harus lebih tegas dan lebih
memperhatikan kembali kondisi dan situasi yang ada dalam dunia pasar. Tidak hanya
memperhatikan para pelaku usaha makro tapi juga lebih memperhatikan lagi para
pelaku usaha mikro lainnya, kedua eharusnya pemerintah lebih giat lagi dalam
memberikan sosialiasasi terkait kegaitan-kegiatan yang dilarang oleh Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 khususnya dalam kegiatan jenis perjanjian kerjasama antar para
pelaku usaha. | en_US |