Show simple item record

dc.contributor.authorBAHRUL ULUM, MUHAMMAD
dc.date.accessioned2013-09-19T01:54:34Z
dc.date.available2013-09-19T01:54:34Z
dc.date.issued2013-09-19
dc.identifier.nimNIM070710101060
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/1091
dc.description.abstractAda tiga permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini. Pertama, mengenai komitmen demokrasi dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 sebagai dasar konstitusional pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Kedua, implikasi pengaturan pemilihan umum kepala daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 terhadap arah pembangunan demokrasi substantif. Ketiga, konstitusionalitas dan penataan pengaturan pemilukada di Indonesia. Sedangkan tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis konstitusionalitas pengaturan pemilihan umum kepala daerah sebagai wujud pembangunan konsolidasi demokrasi Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (legal research), yaitu penelitian mengenai penerapan norma-norma hukum positif dengan mengkaji aturan hukum yang bersifat autoritatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asas-asas hukum, pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan analitis. Setelah seluruh bahan hukum terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif. Melalui metode dan pendekatan penelitian ini, hasil analisis merupakan sintesis yang menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Hasil penelitian ini terdiri atas tiga hal. Pertama, Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 merupakan wujud penguatan dari demokrasi konstitusional sebagaimana Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, meletakkan dasar diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung. Namun, ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tetap memerlukan ketegasan secara normatif mengenai makna hukum ‘demokratis’. Kedua, pengaturan pemilukada yang berjalan berdasarkan hukum sehingga atas pelanggarannya dapat diselesaikan secara hukum berimplikasi positif terhadap arah demokrasi substantif di Indonesia. Di samping itu, aktivisme yudisial oleh MK berperan dalam mengawal demokrasi sehingga mampu memperbaiki penyimpangan pelaksanaan demokrasi. Ketiga, pengaturan pemilukada sebagaimana UU Nomor 32 Tahun 2004 juncto UU Nomor 12 Tahun 2008 merupakan cara yang efektif dan lebih elegan dibandingkan mekanisme pemilihan secara tidak langsung karena pemilukada lebih mendekatkan pada hakikat prinsip kedaulatan rakyat sehingga pemilik kedaulatan memiliki hak secara langsung untuk menentukan pemerintahannya, namun tetap diperlukan penataan dalam pengaturannnya demi mewujudkan pemilukada yang lebih demokratis. .Rekomendasi dalam penelitian ini terdiri atas dua hal. Pertama, diperlukan penataan politik hukum pemilukada di Indonesia melalui penegasan pemilukada sebagai bagian dari pemilu dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, pengaturan pemberlakuan penyelenggaraan pemilukada secara serentak dan bertautan sebagaimana pelaksanaan pemilu pada Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, penyederhanaan pemilukada melalui penghapusan jabatan wakil kepala daerah, penyatuan pengaturan hukum pemilukada ke dalam sebuah undang-undang, dan revitalisasi kedudukan dan kewenangan penyelenggara pemilu. Kedua, pelibatan civil society sebagai suatu bentuk hubungan antara negara dengan dan kelompok sosial secara independen. Keberadaannya dalam rangka membangun ruang publik sehingga mampu mewujudkan partisipasi masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam dalam mengawasi pelaksanaan pemilukada untuk meningkatkan aspek penyerapan partisipasi publik yang dapat menopang keberlangsungan demokrasi di tingkat lokalen_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070710101060;
dc.subjectDEMOKRASI, POLITIK HUKUM, PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI INDONESIAen_US
dc.titlePENGUATAN DEMOKRASI MELALUI PENATAAN POLITIK HUKUM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI INDONESIAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record