Analisis Kebijakan Asimilasi Bagi Anak di Masa Pandemi COVID 19 Menurut Perspektif Peraturan Kementerian Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020
Abstract
Sejak awal bulan Maret 2020 yang lalu, hampir seluruh negara di dunia mengalami pendemi global akibat adanya penyebaran virus berupa wabah penyakit covid 19 (corona virus disease) yang berasal dari Wuhan, Cina, yaitu Virus corona jenis baru, SARS-CoV2. Penularan penyakit tersebut menular dengan sangat cepat karena dapat terjadi melalui cara, droplets atau tetesan cairan yang berasal dari batuk dan bersin, kontak pribadi seperti menyentuh dan berjabat tangan, menyentuh benda atau permukaan dengan virus di atasnya, kemudian menyentuh mulut, hidung, atau mata sebelum mencuci tangan.2
Oleh karena itu, social distancing diyakini menjadi salah satu cara efektif untuk menekan angka penyebaran, meski tak bisa menghilangkan virus. Social distancing atau jarak sosial adalah mengambil jarak dengan menghindari kerumunan, pertemuan publik, dan tak mendatangi pertemuan dalam kelompok besar. Artinya, ada ruang yang cukup antara satu orang dengan orang lain sehingga menghilangkan rute transmisi virus. Dalam melakukan social distancing yang kini berubah menjadi physical distancing sesuai himbauan WHO. WHO juga telah memberikan anjuran beberapa negara yang terkena penyebaran pandemi covid-19 ini untuk melakukan lockdown di negara yang terjangkit virus ini. Bahkan, beberapa waktu lalu WHO juga telah memberikan surat himbauan kepada Indonesia agar menerapkan sistem lockdown ini.3
Namun demikian, Presiden Joko Widodo menampik untuk melakukan lockdown, dengan menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Menurut peraturan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 yang mengatur tentang Pedoman PSBB dalam rangka menangani Virus Corona (COVID-19). Permenkes tersebut juga menyebutkan bahwa PSBB adalah pembatasan semua kegiatan tertentu. Pembatasan kegiatan tersebut itu ditujukan bagi penduduk dalam satu wilayah yang diduga telah terkena atau terinfeksi corona. Tujuannya adalah untuk memblokir dan mencegah penyebaran virus corona dalam skala yang lebih besar lagi dari yang sudah tercatat saat ini.
COVID-19 yang sangat mudah menular dan menyebar, mengharuskan pemerintah membuat tatanan baru dalam kehidupan di masyarakat. Beberapa peraturan yang melingkupi hajat hidup orang banyak ditetapkan guna mengatur serangkaian teknis pelaksanaan kehidupan di masa pandemi. Demikian juga di Kementerian Hukum dan HAM RI, melalui Peraturan Menteri Hukum RI Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Berdasar Permenkumham ini pemerintah sejauh ini telah membebaskan 35.000 lebih Narapidana di seluruh Indonesia.
Dasar pertimbangan dikeluarkannya peraturan tersebut dilandasi oleh beberapa hal, bahwa a) Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara merupakan sebuah institusi tertutup yang memiliki tingkat hunian tinggi, sangat rentan terhadap penyebaran dan penularan Covid-19;
b) Covid-19 telah ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam, perlu dilakukan langkah cepat sebagai upaya penyelamatan terhadap tahanan dan warga binaan pemasyarakatan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara;
c) Untuk melakukan upaya penyelamatan terhadap narapidana dan anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara, perlu dilakukan pengeluaran dan pembebasan melalui asimilasi dan integrasi untuk pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19;
d) Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]