dc.description.abstract | Penyakit menular yang disebabkan oleh vektor seperti demam berdarah dengue,
malaria, chikungunya dan filariasis masih menjadi permasalahan baik di Indonesia
maupun di dunia (Ambarita, 2015:111). Jumlah penderita DBD di Indonesia
semakin meluas seiring dengan bertambahnya kepadatan penduduk dan
meningkatnya mobilitas masyarakat (Mutmainah, 2015: 99). Berdasarkan data
Profil Kesehatan Indonesia Angka Bebas Jentik (ABJ) pada tahun 2019 sebesar
79,2% yang masih belum mencapai target program ABJ yaitu sebesar > 95% yang
artinya upaya pengendalian DBD masih belum mencapai target dan masih
tingginya kasus DBD di Indonesia (Kemenkes, 2020:193). Tercatat jumlah kasus
demam berdarah yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus pada tahun 2019 sebanyak 138,127 kasus. Kontainer merupakan
tempat penampungan air (TPA) atau bejana yang dapat berperan sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes sp (Budiyanto, 2012:2). Bak mandi secara
umum merupakan kontainer paling disukai nyamuk untuk meletakkan telur
(Joharina dan Widiarti, 2014: 38). Berdasarkan Penelitian (Triwahyuni dkk, 2020
:57) menunjukkan bahwa kontainer yang berbahan semen dan tanah seperti bak
mandi dan tempayan memiliki angka positif jentik nyamuk Aedes aegypti.
Penggunaan insektisida untuk membunuh nyamuk dalam jangka waktu lama
memicu munculnya resistensi pada nyamuk vektor dan kerusakan lingkungan
(Harsono, 2019: 39). Pengendalian secara biologi/ hayati merupakan pengendalian
larva nyamuk yang memanfaatkan predator atau musuh alami nyamuk tanpa
menyebabkan kerusakan lingkungan. Jenis predator yang dapat digunakan
sebagai pengendalian vektor adalah ikan pemakan jentik yaitu cupang, tampalo,
guppy, gabus, dan lain sebagainya (Kemenkes, 2017:73). Ikan Cupang memiliki
daya tahan tubuh yang tinggi/kuat dan melakukan pengambilan makanan secara terus menerus selama 24 jam (Sari, 2020: 84). Tidak hanya ikan cupang, ikan
niasa juga mempunyai kemampuan adaptasi yang cepat dan daya makan yang
rakus (Froese R, 2019). Ikan niasa mempunyai sifat yang agresif dan juga aktif
serta suka memakan cacing, jentik nyamuk dan alga. Berdasarkan hal tersebut
peneliti ingin melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan
kemampuan antara ikan cupang dan ikan niasa dalam memakan jentik nyamuk
Aedes aegypti.
Penelitian ini adalah penelitian dengan metode eksperimen semu (quasi
experiment) tanpa kelompok kontrol dengan desain one-group posttest-only
design, yaitu kegiatan percobaan yang mengukur pascaperlakuan (Hastjarjo,
2019). Adapun rancangan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan dua perlakuan dalam 9 ulangan yang dilakukan dalam 1 hari.
Populasi dalam penelitian ini adalah jentik nyamuk aedes aegypti yang didapatkan
dari Laboratorium Entomologi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur di
Surabaya. Sampel dalam penelitian ini adalah 360 jentik nyamuk aedes aegypti.
Hasil penelitian menunjukkan hasil α = 0,05 , diperoleh hasil p < α, yaitu 0,000 <
0,05. Hal tersebut menunjukkan H0 ditolak, yang artinya terdapat perbedaan
kemampuan ikan cupang dan ikan niasa dalam memakan jentik nyamuk Aedes
aegypti.
Kesimpulan terdapat perbedaan kemampuan ikan cupang dan ikan niasa dalam
memakan jentik nyamuk Aedes aegypti. Ikan cupang dapat dijadikan predator
jentik nyamuk Aedes aegypti lebih baik dibandingkan dengan ikan niasa.
Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah untuk menggunakan
ikan cupang di bak mandi sebagai pengendali biologi / alami jentik nyamuk Aedes
aegypti. Dengan cara meletakkan satu ekor ikan cupang kedalam bak mandi. | en_US |