dc.description.abstract | RINGKASAN
Gaya Penceritaan Dan Tema Cerita Rakyat Banyuwangi; Dian Erlandini;
070210402117; 2011; 127 halaman; Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia; Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan; Universitas Jember.
Cerita Rakyat Banyuwangi adalah salah satu bentuk tradisi lisan. Di
dalamnya terdapat dongeng, mitos dan legenda yang masih dipercaya oleh
masyarakat Banyuwangi. Sebagai tradisi lisan, cerita rakyat Banyuwangi memiliki
keunikan, diceritakan dengan bahasa khas Banyuwangian. Selain penceritaan,
terdapat pula tema yang penting dalam cerita rakyat Banyuwangi. Oleh karena itu,
permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan: (1) bagaimanakah gaya penceritaan
dalam cerita rakyat Banyuwangi? (2) bagaimanakah ciri-ciri kelisanan cerita rakyat
Banyuwangi? (3) tema apa sajakah yang terdapat dalam cerita rakyat Banyuwangi?
Rancangan penelitan yang digunakan adalah kualitatif. Jenis penelitian yang
digunakan adalah deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah cerita rakyat
lisan dan tulisan (transmisi). Data berupa cerita rakyat lisan dan cerita rakyat berupa
buku (transmisi). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah, (1) rekam, data
yang diperoleh adalah cerita rakyat lisan, (2) dokumentasi, data yang diperoleh
adalah cerita rakyat tulisan (transmisi) dan gambar-gambar, (3) transkripsi data, yakni
data cerita rakyat lisan diubah menjadi bentuk tertulis, (4) teknik terjemahan, data
cerita rakyat lisan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Teknik analisis data
yang digunakan adalah membaca dan pendeskripsian.
Hasil dan pembahasan menunjukkan, penggunaan ragam bahasa Jawa dialek
Bayuwangian, penceritaan menjadi lebih akrab (komunikatif), sedangkan ragam
bahasa Jawa Tengahan menjadikan penceritaan menjadi lebih formal. Gaya
penceritaan deskriptif membuat cerita menjadi jelas, sedangkan gaya naratif membuat
penceritaan menjadi menarik. Diksi yang khas digunakan adalah „garwo‟ dan Sri
Tanjung. Penamaan tempat bertujuan untuk mengenang peristiwa tertentu dan
sebagai ungkapan rasa syukur. Dalam mengawali dan mengakhiri cerita selalu
diawali dengan „bengen‟ dan diakhiri kebahagiaan. Penggunaan kata sapaan dalam
cerita rakyat Banyuwangi digunakan untuk menyatukan kolektif. Ciri-ciri kelisanan
adalah terdapat ungkapan yang menyatukan kelompok (kolektif) tertentu,
penggunaan gaya pengulangan (repetisi), penggunaan bentuk ekspresi kolektif yang
klise, dan penggunaan bahasa daerah (Jawa dan Using). Tema-tema yang terdapat
cerita rakyat lisan dan transmisi (a) tema moral berkaitan dengan sikap kasih sayang
terhadap sesama, (b) tema sosial berkaitan dengan sikap kepedulian dan kerukunan
terhadap sesama manusia, (c) tema jasmaniah berkaitan dengan sikap perjuangan dan
cita-cita manusia, (d) tema egoik berkaitan dengan sikap seseorang yang egois dan
x
mementingkan diri sendiri, dan (5) tema ketuhanan berkaitan dengan sikap atau suatu
keyakinan kepada Tuhan.
Simpulan dalam penelitan: dengan adanya kedua ragam bahasa tersebut
penceritaan menjadi akrab namun juga formal. Gaya penceritaan deskriptif dan
naratif membuat penceritaan menjadi semakin jelas dan menarik. Diksi yang khas
digunakan dalam penceritaan adalah „garwo‟ dan Sri Tanjung. Penamaan tempat
bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur. Dalam mengawali dan mengakhiri cerita
selalu diawali dengan „bengen‟ dan diakhiri kebahagiaan. Penggunaan kata sapaan
untuk menyatukan kolektif. Ciri-ciri kelisanan yang khas adalah penggunaan
pengulangan kata. Tema yang paling menonjol adalah tema moral, yakni tema yang
berkaitan dengan kasih sayang dan cinta kasih terhadap sesame manusia. Saran yang
dapat diberikan (1) bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni
Indonesia, hendaknya penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya bidang folklor; (2) bagi dunia
pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yaitu alternatif
materi pembelajaran bercerita (cerita rakyat) dan pembelajaran bahasa Jawa dan
using di SD dan SMP di daerah Jawa Timur khususnya, (3) bagi masyarakat,
penelitian ini dapat memberikan alternatif bacaan yang mendidik bagi anak-anak di
rumah, yakni buku cerita rakyat yang dapat menambah wawasan tentang cerita rakyat
di Indonesia, khususnya cerita rakyat dari Banyuwangi, (4) diadakannya penelitian
lebih lanjut, karena mungkin terdapat pola lain atau informasi lain yang belum
ditemukan oleh peneliti, misalnya mengenai nilai-nilai moral, pendidikan dan
kehidupan yang terdapat dalam cerita rakyat Banyuwangi | en_US |