dc.description.abstract | Dalam skripsi ini penulis membahasa tentang perlindungan hukum terhadap debitur
akibat dari pandemi COVID – 19. Pandemi COVID – 19 adalah sebuah bencana yang
berupa penyebaran wabah penyakit yang menyebabkan banyak kredit macet di
berbagai lembaga keuangan terutama perbankan. Dan termasuk ke dalam sebuah force
majeure atau suatu keadaan yang memaksa dan menyebabkan soerang debitur tidak
dapat melaksanakan suatu prestasi. Banyak debitur yang tidak dapat membayar tagihan
kredit akibat mengalami kebangkrutan usaha dan terkena dampak langsung penyebaran
virus. Kemudian untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintah telah
mengeluarkan sebuah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020
sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
48/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekononian Nasional sebagai suatu kebijakan
Fiskal Countercyclical dampak penyebaran virus COVID – 19 yang berisi menetapkan
kebijakan restrukturisasi kredit dan penetapan kualitas aset untuk membantu para
debitur yang terkena dampak COVID – 19. Karena itu penulis ingin mengangkat
permasalahan ini dengan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap
Debitur Akibat Pandemi COVID – 19”. Dengan beberapa permasalahan antara lain:
pengaturan relaksasi kredit yang diberlakukan kepada bank pada masa pandemi
COVID – 19, alasan hukum force majeure untuk dilakukannya relaksasi kredit atau
penjadwalan ulang utang debitur pada saat pandemi COVID – 19, perlindungan hukum
terhadap debitur yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar akibat dari
pandemi COVID – 19. Tujuan umum penelitian skripsi ini untuk memenuhi dan
melengkapi salah satu tugas dan pernyataan akademis guna mencapai gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, dan tujuan khusus adalah untuk
mengetahui dan memahami pengaturan relaksasi kredit yang diberlakukan kepada
bank pada masa Pandemi COVID – 19, untuk mengetahui dan menggali apakah
pandemi COVID – 19 dapat dijadikan alasan hukum yang kuat terjadinya force majeur
sehingga dapat dilakukannya relaksasi kredit atau penjadwalan ulang utang debitur,
untuk mengetahui dan menemukan perlindungan hukum terhadap debitur yang tidak
memiliki kemampuan bayar akibat Pandemi COVID – 19. Metode penelitian yang
digunakan adalah hukum doktrinal, pendekatan masalah yang di gunakan adalah
pendekatan perundang – undangan dan pendekatan konseptual yakni dengan
menganalisa undang – undang yang terkait untuk memecahkan isu hukum yang ada.
Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yang bersumber dari
undang – undang seperti Kitab Undang – undang Hukum Perdata, Undang – undang
Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, dll. Kemudian bahan hukum sekunder yakni tesis , skripsi , jurnal – jurnal hukum. Bahan non hukum
yang digunakan adalah berupa bacaan tentang restrukturisasi kredit yang bersumber
dari internet.
Kajian Pustaka yang digunakan untuk mempermudah dalam pembahasan
permasalah ini seperti pengertian perlindungan hukum , bentuk perlindungan hukum ,
tujuan dan fungsi perlindungan hukum, pengertian perbankan, nasabah, macam
nasabah, hubungan hukum antara bank dan nasabah, pengertian restrukturisasi kredit,
jenis – jenis restrukturisasi kredit, syarat permohonan restrukturisasi kredit, kendala
restrukturisasi kredit, pengertian pandemic, pengertian virus COVID – 19, dampak
virus COVID – 19, upaya pemerintah dalam penanganan COVID -19, dan kebijakan
pemerintah di bidang ekonomi dan keuangan pasa masa pandemi Covid – 19.
Hasil pembahasan dari Skripsi ini mencakup 3 hal yakni pertama, untuk
mengetahui dan menganilisis tentang bagaimana bentuk pengaturan relaksasi kredit
yang diberlakukan kepada bank pada masa pandemi COVID – 19. Kedua, untuk
mengetahui alasan hukum force majeure untuk dilakukannya relaksasi kredit atau
penjadwalan ulang utang debitur pada saat pandemi COVID – 19. Ketiga, untuk
mengetahui perlindungan hukum terhadap debitur yang tidak memiliki kemampuan
untuk membayar akibat dari pandemi COVID – 19.
Kesimpulan dari skripsi ini yang Pertama adalah, terdapat sebuah peraturan
yang tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat sehingga pemberlakuan
restrukturisasi kredit selama pandemi mempunyai banyak celah. Kedua, pandemi
COVID – 19 adalah sebuah bencana yang bersifat sementara sehingga apabila pandemi
ini telah berakhir maka debitur harus memiliki itikad yang baik untuk pelunasan
utangnya kepada kreditur. Ketiga, bentuk perlindungan yang diberikan kepada debitur
bisa berupa restrukturisasi, penyertaan modal, hapus buku , hapus tagih, dll. Saran dari
penulis ialah yang Pertama, hendaknya pemerintah harus memberikan sebuah
kepastian hukum yang kuat , dengan memberikan sebuah kepastian bahwa peraturan
tersebut wajib dilaksanakan serta memberikan persyaratan yang jelas. Kedua, bahwa
semua pihak yakni antara debitur dan kreditur harus memiliki itikad yang baik . Ketiga,
Otoritas jasa keuangan dalam hal ini harus memberikan pengawasan yang ketat ,
bahkan kalau perlu memberikan sanksi yang tegas kepada para kreditur yang tidak taat. | en_US |