Show simple item record

dc.contributor.authorPUTRI, Fauziyah Sari Ferdyan
dc.date.accessioned2022-06-27T08:20:24Z
dc.date.available2022-06-27T08:20:24Z
dc.date.issued2021-07-01
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/107497
dc.description.abstractPerbankan dalam melaksanakan kredit memberikan suatu perjanjian kredit yang di dalamnya berbentuk klausula baku yang telah dibentuk atau dibakukan oleh bank. Perjanjian yang sudah dibakukan artinya perjanjian tersebut isinya sudah tetap, kemudian pihak yang telah membakukan perjanjian tersebut memberikan formulir yang sudah tercetak kemudian diberikan kepada konsumennya atau debitur untuk disetujui. Dengan adanya hal tersebut maka debitur tidak dapat berunding terlebih dahulu mengenai isi yang sudah tertuang di dalam formulir dan hanya dapat menyetujui atau tidak mengenai isi perjanjian. Klausula baku dimuat dalam Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berisi: “Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.” Kedudukan bank yang lebih tinggi dari debitur dilihat dari segi ekonomi dan sosial harus ada perlindungan hukum yang mengatur agar dapat mencapai keadilan untuk semua pihak. Ketidakseimbangan posisi tawar mengakibatkan pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih kuat cenderung menguasai pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih lemah. Ketidakseimbangan demikian memerlukan campur tangan hukum untuk memberikan legalitas produk hukum yang tegas. Dalam skripsi ini memiliki beberapa manfaat diantaranya manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis dari penelitian dalam skripsi ini adalah dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu hukum khususnya untuk bidang hukum keperdataan. Dapat menambah wawasan khususnya mengenai bagaimana kedudukan antara kedua belah pihak dalam perjanjian baku yang ditinjau dari asas keadilan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dan dapat mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen jikalau ada penyalahan penggunaan dalam perjanjian baku. Manfaat praktis dari penulisan ini adalah skripsi ini diharapkan mampu memperluas wawasan bagi para konsumen dalam mengambil Perjanjian Kredit dalam perbankan agar lebih berhati-hati dan teliti dalam membaca perjanjian yang sudah diberikan oleh pihak bank dan mengetahui kedudukan antara kedua belah pihak yang mengikat perjanjian. Dan skripsi ini diharapkan dapat menjadi suatu refrensi atau sumbangsih pikiran yang dapat membantu praktisi hukum untuk digunakan menjadi pedoman atau acuan yang menyelesaikan masalah jika ada kasus yang serupa. Dalam penulian ini, tipe penelitian yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penulisan ini adalah Yuridis Normatif (Legal Research). Untuk pendekatan masalah penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan penulis yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah dengan studi kepustakaan.Dari pembahasan tersebut, penulis memperoleh kesimpulan yaitu, pertama, dasar hukum dibuatnya perjanjian kredit adalah Ketentuan Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I N0. 2/539/UPK/Pemb. tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/649 UPK/Pemb. tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No. 10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967 yang membahas bahwa dalam memberi kredit dalam bentuk apapun maka bank-bank wajib membuat akad perjanjian kredit. Di dalam perjanjian kredit terdapat perjanjian baku merupakan perjanjian yang salah satu pihaknya telah menyiapkan syarat-syarat yang dibakukan dalam sebuah formulir dan kemudian diberikan kepada konsumennya untuk disetujui. Adanya perjanjian baku karena alasan efisiensi dan praktis yaitu untuk mempercepat sistem pelayanan karena tidak mungkin setiap nasabah harus membuat dan menegosiasikan setiap transaksi dengan bank. Kedua, klausula baku dalam perjanjian kredit belum memenuhi keadilan karena belum terpenuhinya kebebasan berkontrak bagi salah satu pihak karena dalam isi perjanjian sudah diatur oleh pihak kreditur. Akan terjadi ketidakseimbangan bagi salah satu pihak apabila pihak lain gagal dalam menjalankan salah satu kewajibannya sehingga pihak lain merasa dirugikan karena tidak seimbangnya daya tawar antar pihak dalam perjanjian baku. Ketiga, upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh kedua belah pihak apabila terjadi ketidakseimbangan dalam isi perjanjian adalah dengan renegosiasi dimana renegosiasi ini adalah perundingan kembali antara kedua belah pihak. Renegosiasi merupakan alternatif dalam menghadapi permasalahan penyelesaian utang. Selain dengan renegosiasi, terdapat cara restrukturisasi dimana cara ini memiliki tujuan yang sama yaitu membantu debitur untuk memenuhi kewajibannya membayar utang kepada pihak bank. Kedua cara tersebut dilakukan jika debitur tidak dapat melunasi angsuran kreditnya dan melewati jatuh tempo. Saran dalam skripsi ini adalah yang pertama, sebaiknya untuk debitur lebih memperhatikan formulir yang di dalamnya terdapat klausula yang sudah dibakukan dalam perjanjian kredit agar tidak terjadi kesalahpahaman antara debitur dan pihak bank dalam melaksanakan perjanjian. Dan antara debitur dan pihak bank dapat bijaksana dalam melaksanakan perjanjian dan memenuhi hak dan kewajibannya masingmasing. Kedua, sebaiknya pihak bank menjelaskan kembali mengenai isi di dalam formulir perjanjian kredit kepada debitur agar tidak terjadi ketidakjelasan dari debitur mengenai isi dalam perjanjian kredit sehingga debitur terhindar dari kerugian perjanjian baku yang mencantumkan klausula eksonerasi. Ketiga, sebaiknya debitur diharapkan untuk selalu proaktif dalam membela kepentingan yang menjadi haknya apabila dilanggar oleh bank melalui upaya hukum. Selanjutnya, Pemerintah selaku pemegang kuasa dalam pelaksanaan hukum dapat selalu memberikan sebuah jaminan kepada debitur terkait upaya-upaya hukum yang ditempuh debitur, sehingga perlindungan hukum diterima oleh debitur berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian.en_US
dc.description.sponsorshipDr. Moh. Ali, S.H, M.H., selaku Dosen Pembimbing Utama Dr. Bhim Prakoso, S.H., M.M., Sp.N, M.Hen_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectPerbankanen_US
dc.subjectPerlindungan Konsumenen_US
dc.titleAspek Keadilan Dalam Klausula Baku Pada Perjanjian Kredit Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumenen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record