dc.description.abstract | Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara yang
berdasar dan mendasarkan diri pada kedaulatan Tuhan. Hal ini terkandung dalam
UUD l945 dan Pancasila, terutama sila kedua yakni Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab, yang tidak boleh memutlakkan manusia. Konsep ini sejalan dengan
pandangan islam bahwa ke-Maha Kuasaan Allah, manusia dituntut untuk
memutlakkan Allah, dan dengan konsep Tauhid (ke-Maha Esaan Allah), manusia
dituntut untuk menafikan semua bentuk “tuhan” yang selain Allah dan
menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa sebagai satu-satunya Tuhan.
Artinya, semua orang dan semua makhluk Tuhan haruslah dinisbikan (relatif),
tidak mutlak. Oleh karena itu dalam hubungan kenegaraan, Kedaulatan Tuhan itu
terjelma pula dalam paham Kedaulatan Rakyat yang egaliter yakni persamaan
kemanusiaan. Sebagai konsekuensinya tercipta tanggung jawab kepada Negara
Indonesia untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap hak kebebasan
beragama warga negaranya.
Salah satu langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yakni
dengan mengesahkan Undang-Undang PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Akan tetapi beberapa
pihak justru menganggap pengaturan tersebut telah menciderai hak kebebasan
beragama sebagai non derogable rights, dengan memberlakukan pembatasan.
Berdasarkan uraian tersebut dihasilkan rumusan masalah, apakah prinsip
kedaulatan Tuhan menjadi dasar pelaksanaan kedaulatan Negara Republik
Indonesia dan bagaimana implementasi prinsip kedaulatan Tuhan dalam rangka
perlindungan hak kebebasan beragama Warga Negara Indonesia. Sehingga akan
diketahui pengaruh prinsip kedaulatan Tuhan dalam penyelenggaraan Negara
Indonesia dan mengkaji implementasinya terhadap jaminan hak kebebasan
beragama warga negara.
Dengan menggunakan metode Penelitian hukum normatif yang
melibatkan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan
historis, dan pendekatan konseptual, hasil dari penelitian ini yaitu bahwa
Indonesia menganut ajaran kedaulatan Tuhan dalam praktik ketatanegaraannya.
Hal ini ditunjukkan dari perjalanan pembentukan Dasar Negara dan konstitusi
yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia serta ditegaskan kembali dalam
Pembukaan dan Pasal 29 ayat (1)UUD NRI 1945 bahwa Negara berdasarkan
Ketuhanan YME. Namun kedaulatan Tuhan di Indonesia bukan seperti paham
teokrasi, melainkan dalam penerapannya diwujudkan melalui kedaulatan rakyat
dan kedaulatan hukum. Sehingga pada hakikatnya rakyatlah yang berdaulat
karena keyakinan bahwa Tuhan menciptakan manusia setara satu sama lain Hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi hak
kodrati atau disebut juga HAM, diantaranya hak kebebasan beragama yang diatur
dalam UUD NRI 1945 yakni Pasal 28E ayat (1) dan (2), Pasal 28I ayat (1) dan
Pasal 29 ayat (2) sehingga termasuk juga hak konsitusional. Jaminan
konstitusional tersebut nyatanya tidak menutup kemungkinan terjadinya persoalan
dalam kehidupan beragama seperti penodaan dan penyalahgunaan agama yang
diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965. Dengan adanya
aturan tersebut, justru terdapat beberapa pihak yang menilai bertentangan dengan
hakikat hak kebebasan beragama sebagai hak yang tidak dapat dibatasi.
Sebagaimana dalam Putusan Nomor 140/PUU-VII/2009, Mahkamah Konstitusi
menyatakan bahwa secara yuridis yakni Pasal 28J ayat (2) hak dan kebebasan
terutama dalam kehidupan beragama dapat dibatasi jika berkaitan dengan
penghormatan dan perlindungan hak orang lain. Terkait dengan pembatasan atas
kebebasan beragama sebenarnya hanya mencakup forum externum yakni
manifestasi pikiran dan sikap yang menyimpang, bukan keyakinan seseorang
(forum internum). Selain itu secara filosofis, pemaknaan kebebasan beragama
harus dipandang sesuai prinsip Negara hukum Indonesia yang berdasarkan
Ketuhanan YME. Di mana dasar ketuhanan dan ajaran serta nilai-nilai agama
menjadi alat ukur untuk menentukan hukum yang baik dan yang buruk, demi
kemaslahatan masyarakat.
Kesimpulannya berdasarkan konsep ke-Maha Esaan dan keMahakuasaan Tuhan dalam Pancasila dan UUD NRI l945, telah menunjukkan
bahwa prinsip kedaulatan Tuhan menjadi dasar pijakan dalam pelaksanaan
kedaulatan Negara Indonesia. Prinsip kedaulatan Tuhan tersebut terjelma melalui
paham Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yakni yang tidak memutlakkan
manusia. Dengan kata lain dalam hubungan kenegaraan, Kedaulatan Tuhan itu
diwujudkan melalui kedaulatan Rakyat yang egaliter yakni persamaan
kemanusiaan. Sehingga dalam praktik berbangsa dan bernegara harus dilakukan
demi kepentingan dan kebaikan masyarakat luas, dengan pertanggungjawaban
bukan hanya kepada rakyat dan Negara melainkan juga kepada Tuhan. Hal inilah
yang membedakan negara hukum Indonesia dengan negara hukum Barat, di mana
nilai-nilai agama melandasi kehidupan bernegara dan menjadi perantara dalam
memaknai hak kebebasan beragama. Hal ini terkait dengan pembatasan
pelaksanaan hak kebebasan beragama sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28J
ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 1 UU Nomor 1/PNPS/1965 sesuai pertimbangan
“nilai-nilai agama”. Dengan demikian, agama bukan hanya bebas untuk dipeluk,
tetapi nilai-nilai agama menjadi salah satu pembatas bagi kebebasan asasi yang
lain semata-mata untuk menjamin pengakuan, penghormatan dan perlindunganatas hak dan kebebasan orang lain. | en_US |