dc.description.abstract | Baiq Nuril adalah mantan pegawai honorer di SMAN 7 Mataram, NTB.
Baiq Nuril berindikasi mengalami Pelecehan Seksual secara Verbal (PSV) yang
dilakukan oleh mantan kepala sekolah tempatnya bekerja yang berinisial M.
Pelecehan seksual memiliki makna yang sangat luas, pelecehan seksual dapat
dilakukan secara verbal maupun non-verbal. Pelecehan seksual tidak hanya
dilakukan di tempat privat, tetapi juga sering dilakukan di tempat umum. Apabila
dilihat dari sudut pandang hukum pidana Indonesia yang berlaku pada saat ini (ius
constitutum), istilah pelecehan seksual tidak dikenal dalam KUHP, dalam KUHP
hanya mengenal istilah perbuatan cabul. Perbuatan cabul adalah semua bentuk
perbuatan yang melanggar kesusilaan. Perihal kesusilaan dalam KUHP diatur
pada Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan. Kemudian menurut
hukum yang dicita-citakan oleh masyarakat (ius constituendum), yaitu yang
terdapat dalam RKUHP yang diatur dalam Bab XV tentang Tindak Pidana
Kesusilaan, mulai Pasal 412-433. Kemudian pada RUU-PKS pengaturan
mengenai pelecehan seksual diatur pada Pasal 12, dan mengenai pemidanaanya
terdapat pada Pasal 91-94.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum skripsi ini untuk memenuhi dan melengkapi salah satu
persyaratan pokok yang bersifat akademis guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
di Fakultas Hukum Universitas Jember dan untuk mengembangkan serta
menerapkan ilmu pengetahuan hukum yang telah diperoleh selama perkuliahan
yang bersifat teoritis dengan realitas yang ada dalam masyarakat. Sedangkan,
tujuan khususnya adalah untuk menjelaskan apakah PSV telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan Indonesia yang berlaku saat ini dan untuk
mengetahui bagaimana pengaturan PSV menurut peraturan perundang-undangan
yang dicita-citakan Indonesia untuk masa yang akan datang.
Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis
normatif (legal research). Dengan pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil skripsi ini
yang pertama adalah mengenai peraturan tentang PSV yang hingga saat ini belum
ada aturan yang secara jelas mengatur mengenai tindak pidana PSV. Namun,
Pasal 281 dan Pasal 289-296 KUHP dapat dijadikan landasan hukum bagi
penegak hukum untuk menjerat pelaku PSV, meskipun masih terdapat pro dan
kontra dalam penerapannya. Dalam kasus yang dialami oleh Baiq Nuril dapat
menggunakan Pasal 294 ayat (2) KUHP. Kemudian yang kedua adalah
Pengaturan perihal tindak pidana kesusilaan dalam RKUHP pada Bab Tindak
Pidana Kesusilaan dalam substansinya tidak berbeda jauh dengan KUHP yang
berlaku saat ini, dan perihal pelecehan seksual juga belum diatur dalam RKUHP.
Namun, perbuatan cabul yang diatur dalam RKUHP tidak hanya mencakup perbuatan yang menggunakan kekuatan fisik saja, akan tetapi non fisik atau verbal
pun juga termasuk. Perihal pemidanaan terhadap perbuatan cabul dalam RKUHP
dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun. Kemudian dalam
RUU-PKS secara jelas mengatur mengenai tindak pidana pelecehan seksual dan
pemidanaannya.
Kesimpulan skripsi ini antara lain, PSV belum diatur secara jelas dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun, Pasal 281 dan Pasal 289-
296 KUHP dapat dijadikan landasan hukum bagi aparat penegak hukum dalam
menjerat pelaku PSV, meskipun masih terdapat pro dan kontra dalam
penerapannya, kemudian mengenai pengenaan pasal-pasal dalam UU Pornografi
untuk menyelesaikan kasus PSV sejatinya tidak menjamin kepastian hukum.
Dalam kasus Baiq Nuril dapat menggunakan Pasal 294 ayat (2) KUHP. Dalam
RKUHP, dalam substansinya tidak berbeda jauh dengan KUHP yang berlaku saat
ini. Perihal pelecehan seksual belum diatur dalam RKUHP. Selain itu, ancaman
pidana penjara tindak pidana kesusilaan dalam RKUHP ini relatif lebih ringan
apabila dibanding dengan KUHP. Perihal pelecehan seksual belum diatur dalam
RKUHP. Kemudian pada RUU-PKS pengaturan mengenai pelecehan seksual baik
fisik maupun non-fisik diatur secara jelas pada Pasal 12, dan mengenai
pemidanaan terhadap tindak pidana pelecehan seksual non-fisik terdapat pada
Pasal 91 dengan ancaman pidana rehabilitasi khusus paling lama 1 (satu) bulan | en_US |