Show simple item record

dc.contributor.authorWARDHANI, Esa Rahma
dc.date.accessioned2022-06-23T02:34:42Z
dc.date.available2022-06-23T02:34:42Z
dc.date.issued2020-12-29
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/107228
dc.descriptionValidasi unggah file repositori_Ighfirlina Yaumil Akhda Finalisasi unggah file repositori tanggal 23 Juni 2022_Kurnadien_US
dc.description.abstractKekayaan alam yang paling banyak diinginkan oleh seluruh umat manusia untuk dimiliki secara pribadi adalah tanah. Kebutuhan tanah semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan lain yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dimana membutuhkan penyediaan dana yang cukup besar. Sehingga membutuhkan lembaga jaminan yang mampu memberi ketetapan hukum serta dapat mendorong peningkatan masyarakat dalam pembangunan. Namun dalam perkembangan hak-hak atas tanah, tidak selalu diiringi dengan pemanfaatan tanah yang sesuai dengan sifat dan tujuan hak atas tanah, maka hak-hak atas tanah tersebut dapat dijadikan jaminan utang yang dibebani hak tanggungan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632) selanjutnya disingkat UUHT. Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Pada Pasal 4 UUHT, tanah yang dapat dijadikan jaminan utang adalah : Tanah Hak Milik, Tanah Hak Guna Usaha, Tanah Hak Guna Bangunan, dan Tanah Hak Pakai atas Tanah Negara. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar perbankan dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan utangnya. Namun sebagian besar masyarakat tidak memahami tentang hak tanggungan dan mengenai isi dari perjanjiannya. Oleh karena itu, dalam skipsi ini penulis lebih mengutamakan mengkaji tentang pembebanan dengan hak tanggungan terhadap hak milik atas tanah yang belum bersertifikat. Permasalahan yang kemudian dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana tata cara pembebanan hak milik atas tanah yang belum bersertifikat dengan hak tanggungan dan apa aturan hukum yang berlaku apabila di atas tanah milik yang diagunkan terdapat bangunan dan tanaman. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memahami terkait pembebanan hak tanggungan terhadap objek tanah yang belum bersertifikat dan aturan hukum apa yang berlaku apabila di atas tanah yang diagunkan terdapat bangunan rumah dan tanaman. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau normanorma dalam hukum positif yang berlaku. Tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini adalah Penguasaan Hak Atas Tanah, Hak Milik Atas Tanah, Hak Tanggungan Atas Tanah, Sertifikat, dan Asas Hubungan Antara Tanah dan Bangunan. Pokok pembahasan adalah Hak Tanggungan digunakan untuk menjamin pelaksanaan prestasi dalam perjanjian kredit. Pada umumnya perjanjian kredit dibuat dalam bentuk baku, karena dibuat oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Perjanjian kredit biasanya dibuat oleh pihak bank sebagai kreditur. Terhadap tanah yang belum bersertifikat juga dapat dibebankan Hak Tanggungan sepanjang pemberian Hak Tanggungan tersebut dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang belum bersertifikat tidak pernah dilakukan bank dengan pembuatan APHT secara langsung, melainkan bank hanya membuat SKMHT saja. Dikarenakan tanah yang belum terdaftar terdapat kemungkinan belum jelas kepemilikannya. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (3) UUHT. Pengaturan di dalam undang-undang menjadi salah satu upaya untuk memberikan kepastian hukum dalam rangka perlindungan hukum yang seimbang bagi para pihak dalam suatu hubungan hukum. Pengaturan pembebanan hak milik atas tanah dengan hak tanggungan khususnya terdapat pada Pasal 2 dan Pasal 3 UUHT. Aturan hukum yang berlaku apabila di atas tanah (milik) yang diagunkan terdapat bangunan dan tanaman berlaku asas pemisahan horizontal (Horizontale Scheiding). Hal ini sesuai dengan hukum pertanahan nasional yang berdasar hukum adat, dimana UUHT juga didasarkan atas hukum adat. Namun, dalam penrepan hukumnya tidak menerapkan asas pemisahan horizontal secara mutlak, pengaturan pembebanan hak atas tanah dengan hak tanggungan yaitu berdasar asas perlekatan. Dalam asas perlekatan, bangunan dan tanaman yang beridiri di atas tanah merupakan satu kesatuan, dan tentunya bangunan dan tanaman tersebut bagian dari tanah yang bersangkutan. Dengan sendirinya penguasaan atas tanah juga meliputi penguasaan atas bangunan dan tanaman yang terdapat diatasnya serta perbuatan hukum yang mengenai tanah juga dengan sendirinya akan meliputi bangunan dan tanaman yang berada diatasnya. Hal tersebut dikarenakan bank tidak mau mengambil resiko apabila terjadi kendala di kemudian hari. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tata cara pembebanan tanah (milik) yang belum bersertifikat dengan hak tanggungan atas tanah yakni didahului dengan PPAT yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Namun dalam praktiknya, sebelum sertifikat hak milik atas tanah itu jadi maka belum bisa dibuat APHT. Sehingga hanya dibuatkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) saja oleh Notaris/PPAT. Aturan hukum yang berlaku apabila di atas tanah milik yang diagunkan terdapat bangunan dan tanaman, berlaku asas pemisahan horizontal. Namun dalam realitanya pembebanan hak tanggungan hanya akan terjadi apabila dinyatakan dalam APHT yang bersangkutan, apabila hal itu tidak dinyatakan dengan tegas, maka hak tanggungan hanya terjadi atas tanahnya saja. Saran penulis untuk menghindari permasalahan yang telah dijabarkan maka diharapkan kepada masyarakat yang masih memiliki objek tanah yang belum bersertifikat untuk segera mengajukan pendaftaran tanah ke Kantor Pertanahan untuk mendapat kepastian hukum. Selanjutnya Notaris-PPAT diharapkan memberi penyuluhan mengenai pentingnya kepastian hukum dari tanah yang belum bersertifikat.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing utama : Rizal Nugroho, S.H, M.Hum. Dosen Pembimbing anggota : Warah Atikah, S.H, M.Hum.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectHak Milik Atas Tanahen_US
dc.subjectSertifikaten_US
dc.subjectHak Tanggungan Tanahen_US
dc.subjectSertifikat Tanahen_US
dc.titlePembebanan dengan Hak Tanggungan terhadap Hak Milik Atas Tanah yang Belum Bersertifikaten_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record