Upaya Pembatalan Putusan Perdamaian Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Insidentil dalam Pembagian Harta Waris
Abstract
Sengketa waris seharusnya diuatamakan proses penyelesaian secara musyawarah
antar anggota keluarga yang bersengketa atau melibatkan orang ketiga sebagai
penengah sehingga tidak terjadi perpecahan dalam keluarga. Demikian bila terjadi
sengketa yang sudah terlanjur berperkara di pengadilan, pada dasarnya hakim
dapat menyarankan adanya upaya perdamaian para pihak tersebut. Namun
demikian, timbul permasalahan terhadap adanya akta perdamaian tersebut,
sehingga kemudian diajukan upaya hukum. Putusan pengadilan yang penulis
tinjau dalam penulisan skripsi ini, pada putusan Nomor
0034/Pdt.G/2017/PTA.Bdg yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Agama
Bandung dimana putusan ini merupakan putusan dengan perkara dalam
pembagian harta waris. Pada putusan ini, pihak/para pembanding mengajukan
banding agar majelis hakim dapat melakukan pembatalan akta perdamaian dalam
putusan persidangan pada tingkat pertama sebelumnya yaitu putusan
No.2042/Pdt.G/2015/PA.Cmi. Berdasarkan putusan tersebut telah tercapai
perdamaian di luar persidangan antara Penggugat (H. Sulaeman bin Eme) yang
diwakili oleh kuasa insidentilnya yang bernama Syahibul Farodz (anak dari
pemberi kuasa) dengan Tergugat. Namun yang menjadi perhatian penulis adalah
apakah penerima surat kuasa insidentil memiliki kewenangan untuk melakukan
upaya pembatalan putusan perdamaian layaknya pemegang surat kuasa khusus,
dan apakah putusan perdamaian yang didasarkan pada akta perdamaian dapat
diajukan pembatalanya di Pengadilan Tinggi Agama.Sebagaimana kajian dalam
penulisan hukum ini yaitu putusan Nomor 0034/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Sesuai
dengan Pasal 118 HIR, bahwa suatu gugatan dapat dimasukkan oleh penggugat
atau kuasa hukumnya. Jadi, apabila seseorang ingin beracara di peradilan perdata,
ia tidak harus mewakilkan kepada advokat. Seseorang, misalnya, dapat
mengajukan permohonan sebagai kuasa insidentil kepada Ketua Pengadilan
dengan syarat penerima kuasa tidak berprofesi sebagai advokat/pengacara,
mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dengan pemberi kuasa
sampai derajat ketiga yang dibuktikan dengan surat keterangan hubungan keluarga
yang dikeluarkan oleh Lurah/Kepala Desa, tidak menerima imbalan jasa atau
upah, serta sepanjang tahun berjalan belum pernah bertindak sebagai kuasa
insidentil pada perkara lain. Terkait kasus yang dikaji dalam hal ini Putusan Nomor 0034/Pdt.G/2017/PTA.Bdg mengenai upaya banding terhadap akta
perdamaian dapat dikemukakan bahwa, akta perdamaian yang diputuskan oleh
hakim telah berkekuatan hukum tetap juga memiliki kekuatan eksekutorial yang
artinya apabila salah satu pihak tidak menaati atau melaksanakan pemenuhan
yang ditentukan dalam perjanjian secara sukarela, maka dapat dimintakan
eksekusi kepada Pengadilan Negeri yang kemudian atas permintaan itu Ketua
Pengadilan Negeri menjalankan eksekusi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 130 ayat
(3) HIR bahwa putusan akta perdamaian tidak dapat dibanding. Dengan kata lain,
terhadap putusan tersebut tertutup upaya hukum (banding dan kasasi). Larangan
ini sejalan dengan ketentuan yang mempersamakan kekuatannya sebagai putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap. Pertimbangan hukum hakim dalam Putusan
Nomor 34/Pdt.G/2017/PTA.Bdg yang menolak upaya pembatalan putusan
perdamaian para pembanding adalah terhadap putusan akta perdamaian, undangundang sendiri yang melekatkan kekuatan hukum tetap dan kekuatan eksekutorial
secara langsung. Karena putusan akta perdamaian dipersamakan dengan putusan
yang sudah berkekuatan hukum tetap dan melekat kekuatan eksekutorial, artinya
langsung dapat dilaksanakan. Maka apabila para penggugat akan mengajukan
pembatalan, dapat mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali
dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung, yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009. Terhadap para pihak yang bersengketa dalam
ranah perdata dan tidak memiliki cukup biaya untuk menggunakan jasa seorang
kuasa khusus atau advokat, maka penulis sarankan untuk menggunakan kuasa
insidentil dengan syarat penerima kuasa tidak berprofesi sebagai
advokat/pengacara, mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dengan
pemberi kuasa sampai derajat ketiga yang dibuktikan dengan surat keterangan
hubungan keluarga yang dikeluarkan oleh Lurah/Kepala Desa, tidak menerima
imbalan jasa atau upah, serta sepanjang tahun berjalan belum pernah bertindak
sebagai kuasa insidentil pada perkara lain. Terhadap para pihak yang berperkara,
sebelum menyetujui bahwa perkaranya diputus secara damai baik di dalam
maupun di luar persidangan, sebaiknya memahami dan menimbang dengan
matang mengenai akibat hukum dari putusan perdamaian yang akan diambil.
Karena apabila perkara perdata telah diputus secara damai, maka perkara selesai
sampai disitu. Dengan kata lain, hak hak untuk melakukan upaya hukum sudah
tertutup. == Inheritance disputes should be prioritized the process of resolving deliberation between family members who are in dispute or involving a third person as a mediator so that there is no division in the family. Thus, if there is a dispute which has been litigated in court, basically the judge can suggest the peace efforts of the parties. However, there is a problem with the existence of the peace deed, so legal efforts are filed. The court's decision that the author reviewed in the writing of this thesis, in the decision No. 0034 / Pdt.G / 2017 / PTA. Bdg issued by the Bandung Religious High Court where this ruling is a verdict with a case in the division of inheritance. In this ruling, the parties / comparisons appealed so that the judges could cancel the peace deed in the verdict of the trial at the first level before the verdict No.2042 / Pdt.G / 2015 / PA. Cmi. Based on the verdict has been reached peace outside the court between the Plaintiff (H. Sulaeman bin Eme) represented by his incidental power named Syahibul Farodz (son of the power of attorney) and defendant. However, the concern of the author is whether the recipient of incidental power of attorney has the authority to make efforts to cancel the peace ruling like the holder of a special power of attorney, and whether a peace ruling based on a peace deed can be filed in the High Court of Religion. This research was conducted by normative legal research methods. In accordance with Article 118 HIR, that a lawsuit may be entered by the plaintiff or his or her attorney. Thus, if someone wants to speak in the civil court, he does not have to represent to an advocate. A person, for example, can apply as incidental power to the Chief Justice provided that the recipient does not work as an advocate / lawyer, has a blood or temporary family relationship with the power of attorney to the third degree as evidenced by a family relationship certificate issued by the Lurah / Village Head, does not receive a reward of services or wages, and throughout the current year has never acted as incidental power in other matters
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]