dc.description.abstract | Secara empiris, konsep pola PII mulai dikembangkan tahun 1980-an di negara-negara industri
modern yang notabene memiliki faktor endowment relatif sama, yaitu cenderung padat modal.
Konsep pola PII kemudian diadopsi negara-negara sedang berkembang yang secara konseptual juga
memiliki kesamaan faktor endowment, yaitu cenderung padat tenaga kerja. Intensitas PII akan
semakin tinggi apabila negara yang terlibat dagang adalah kelompok negara yang melakukan
integrasi ekonomi (ASEAN).
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk memperoleh gambaran intensitas PII antara
Indonesia ASEAN-4, serta untuk memperoleh bukti empirik, menguji dan menjelaskan faktor-faktor
yang mempengaruhi intensitas PII Indonesia dengan ASEAN-4, sehingga penelitian ini bisa
digunakan sebagai acuan mengambil keputusan untuk memberlakukan pola PII sebagai salah satu
cara untuk mengatasi instabilitas ekspor Indonesia akibat aktivitas ekonomi mitra dagang besar.
Penelitian ini menggunakan metode Indeks Grubel-Lloyd dan analisis panel data. Hasil analisis data
pertama, PII manufaktur Indonesia ke pasar ASEAN-4 periode 1985 - 2009 berdasarkan kode SITC
cenderung mengalami pergeseran. Komoditi yang sebelumnya indeksnya tinggi pada tahun
berikutnya menurun. Share intensitas PII antara Indonesia dengan ASEAN-4 masuk dalam kategori
non-PII karena indeksnya < 40%; kedua, intensitas PII manufaktur didasarkan kode ISIC sudah
masuk dalam kategori PII karena indeksnya sudah ≥ 40%, tepatnya 47,65% dan sisanya 52,35%
berkategori non-PII, serta ketiga, estimasi model ekonometrik dengan metode FEM diperoleh hasil,
yaitu intensitas tenaga kerja menunjukkan positif tidak signifikan, struktur pasar positif signifikan,
skala ekonomi positif tidak signifikan, diferensiasi produk positif signifikan, dan dummy integrasi
ekonomi positif signifikan. | en_US |