Show simple item record

dc.contributor.advisorNUGROHO, Rizal
dc.contributor.advisorFADHILAH, Nurul Laili
dc.contributor.authorNATALIA, Stefani Bella
dc.date.accessioned2021-04-27T03:49:26Z
dc.date.available2021-04-27T03:49:26Z
dc.date.issued2020-09-04
dc.identifier.nimNIM160710101582
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/104452
dc.description.abstractTanah mempunyai arti yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat, yang dalam hal ini menuntut pemerintah Indonesia untuk memiliki sebuah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah pertanahan di Indonesia. Dalam hal pendaftaran tanah, Pemerintah menunjuk Badan Pertanahan Nasional untuk melaksanakannya, sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa “Pendaftaran Tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional” dan dalam melaksanakan Pendaftaran Tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah tersebut dan Peraturan Perundang-Undangan yang bersangkutan. Setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Pasal 5 ayat (3) huruf a menyebutkan bahwa dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu, Menteri dapat juga menunjuk pejabat-pejabat dibawah ini sebagai Pejabat Sementara atau PPAT Khusus yaitu Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara. Namun camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), harus pula disadari bahwa pemberian tugas dan kewenangannya tersebut sifatnya sementara, karena sebagai Kepala Wilayah, resiko dan tanggung jawab Camat sebagai PPAT Sementara lebih besar dibanding dengan seorang Notaris/PPAT dalam mempertanggung jawabkan keputusan atau tindakan hukum yang dilakukan didalam penetapan akta. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa Camat memiliki peran sentral sebagai PPAT Sementara di wilayahnya. Adapun rumusan masalah yang menjadi orientasi pembahasan adalah Pertama, Apakah status hukum Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara memiliki kewenangan mendelegasikan tugasnya pada pejabat lain di Kecamatan? Kedua, Perbuatan hukum apa yang dapat ditempuh oleh masyarakat dalam hal terjadi kekosongan jabatan Camat sebagai PPAT Sementara? Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan tipe Yuridis Normatif (Legal Research). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Undang-Undang (statue approach) dan pendekatan Konseptual (conceptual approach). Pada bahan hukum, penulis menggunakan dua jenis bahan hukum yaitu Bahan hukum primer, Bahan hukum sekunder. Sedangkan pada analisis bahan hukum, penulis menggunakan metode deduktif yaitu pengambilan kesimpulan dari pembahan yang bersifat umum menuju pembahasan yang bersifat khusus. Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui status hukum kewenangan Camat sebagai PPAT Sementara jika kewenangannya di delegasikan kepada pejabat lain dan mengetahui perbuatan hukum apa saja yang dapat ditempuh oleh masyarakat dalam hal jika terjadi kekosongan jabatan Camat. Posisi camat sebagai PPAT Sementara tentu memiliki dasar, dasar hukum pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara adalah Pasal 5 ayat (3) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 jo. Pasal 18 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyebutkan dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, maka Badan Pertanahan Nasional mengangkat Camat sebagai PPAT Sementara dalam rangka membantu kantor pertanahan dalam melaksanakan Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA. Camat sebagai kepala wilayah di kecamatan memiliki tugas dan kewenangan dalam pelayanan kepada masyarakat wilayah kecamatan. Camat yang dalam hal ini sebagai PPAT Sementara tidak bisa mendelegasikan kewenangannya, karena Camat hanya bertindak sebagai PPAT Sementara saja. Jika Camat dipindah atau meninggal dunia, maka yang dapat menggantikan camat tersebut atau yang berhak menunjuk PPAT Sementara hanya Menteri saja. Dalam hal jika di daerah atau wilayah Camat sebagai PPAT Sementara tersebut kosong maka upaya yang dilakukan masyarakat yaitu harus menunggu sampai camat yang baru sudah mengikuti pelatihan atau sudah dilantik dan mendapatkan surat keputusan penunjukan sebagai PPATS. Masyarakat yang dalam hal ini sebagai subjek hukum dapat memiliki upaya hukum untuk mendapatkan haknya. Dalam hal ini upaya masyarakat jika di wilayahnya terjadi kekosongan jabatan Camat sebagai PPATS maka masyarakat tersebut harus menunggu adanya pengganti camat yang baru, jika akta yang dibuat oleh Camat yang tidak memiliki sk menjadi PPAT Sementara maka akta tersebut akan cacat yuridis karena akta camat tersebut selaku PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan pendaftaran tanah di Indonesia. Camat baru tidak serta merta dapat menjadi PPATS melainkan camat baru tersebut harus mengikuti pelatihan dan memiliki SK yang menugaskan camat tersebut sebagai PPATS. Selain hal tersebut apabila camat yang baru jika sudah pernah mengikuti pelatihan maka camat baru harus mengajukan permohonan surat keputusan penunjukan baru sebagai PPATS di BPN wilayah setempat. Jika camat tersebut tidak melakukan pelatihan menjadi PPAT maka camat tersebut tidak sah dalam menjalankan jabatannya sebagai PPAT Sementara. Camat dinyatakan sah sebagai PPATS jika camat tersebut telah mengikuti pelatihan dan tahap-tahap tersebut yang sudah disebutkan diatas. Camat disebut PPATS karena sifatnya sementara. Akan tetapi akta yang dibuat oleh camat, aktanya berlangsung selamanya. Dan akta yang dibuat oleh Camat selaku PPATS tetap sah, mengikat sepanjang dibuat dengan mengikuti aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan Pasal 5 ayat 3 huruf a PP Nomor 37 tahun 1998 selama Camat tersebut memiliki SK yang dikeluarkan oleh BPN wilayah provinsi yang berlaku camat dapat dikatakan sah karena pada dasar hukum PPATS sama dengan PPAT.en_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectKekosongan Jabatanen_US
dc.subjectAkta Tanah Sementaraen_US
dc.subjectPejabat Pembuat Akta Tanahen_US
dc.subjectPeralihan Hak Tanahen_US
dc.titleAkibat Hukum Kekosongan Jabatan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementaraen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.prodiHukum
dc.identifier.kodeprodi0710101


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record