dc.description.abstract | Beberapa kasus kehamilan menimpa perempuan yang menjadi korban perkosaan, kehamilan tersebut merupakan kehamilan yang tidak dikehendaki serta membuat mereka mengalami trauma secara psikologis. Untuk menghilangkan trauma tersebut, tidak jarang para perempuan yang bersangkutan mencari cara agar dapat mengakhiri kehamilannya atau yang lebih dikenal sebagai abortus provocatus/ aborsi. Di Indonesia Aborsi dalam bentuk apapun masih dianggap sebagai suatu tindakan yang tabu, oleh sebab itu perempuan korban pemerkosaan yang berkeinginan untuk digugurkan kandungannya akan memilih jalur aborsi secara sembunyi-sembunyi (illegal) yang beresiko tinggi bagi kesehatan serta keselamatan perempuan yang bersangkutan, serta juga dapat membuat perempuan yang bersangkutan dipidana.
Dengan banayaknya kasus aborsi illegal yang dilakukan terhadap perempuan korban pemerkosaan, maka perlu adanya pemahaman masyarakat mengenai penerapan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai aborsi yang dilakukan terhadap korban tindak pidana perkosaan, sehingga tiada lagi aborsi illegal yang dilakukan terhadap perempuan korban pemerkosaan. Penerapan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah dalam bentuk aplikasi, yaitu tahap penegakan hukum pidana oleh aparat penegak hukum, dengan demikian dalam menerapkan peraturan perundang-undangan, aparat penegak hukum dapat berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahasnya dalam skripsi yang berjudul “PENERAPAN PERATURAN TENTANG ABORSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN”, dengan rumusan masalah :Pertama, Hak Ibu dalam Tindakan Aborsi yang dilakukan terhadap Perempuan Korban Pemerkosaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Kedua Aborsi yang dilakukan terhadap Perempuan Korban Pemerkosaan yang tidak sesuai degan ketentuan pasal 194 Undang- Undang Kesehatan dapat dipertanggungjawabkan terhadap korban Pemerkosaan atau orang yang membantu melakukan Tindak Pidana Aborsi.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perudang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conseptual appoach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Analisis bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan metode deduktif, yaitu menyimpulkan pembahasan dari yang bersifat umum ke yang berdifat khusus.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa pembahasan: Pertama bahwa PP No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi menerangkan Tindakan Aborsi yang dilakukan terhadap perempuan korban pemerkosaaan merupakan hak ibu, di dalam Pasal 37 ayat 3 dan ayat 4 PP PP No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi juga terdapat hak untuk mendapat bimbingan konseling oleh konselor yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan korban pemerkosaaan pada saat pra dan pasca diaborsi; Kedua Aborsi yang tidak sesuai Pasal 194 Undang-Undang No. 36 Tahun 2004 tentang Kesehatan adalah bentuk Tindak Pidana, namun perempuan korban pemerkosaan yang diaborsi dan dokter yang melakukan aborsi tidak dapat dipidana sebab adanya alasan penghapusan pidana yaitu alasan pemaaf yang diatur didalam Pasal 50 KUHP yaitu karena menjalankan perintah undang-undang.
Berdasarkan hal tersebut diberikan beberapa saran yaitu tidak perlu ada stigma negatif dari masyarakat bagi perempuan korban pemerkosaan yang diaborsi kemudian dengan adanya Pemberian batas 40 hari bagi korban pemerkosaan maka peran pemerintah dan aparat hukum untuk menangani kasus ini harus cepat.; serta perlunya sosialisasi tentang aborsi yang aman bagi masyarakat agar tidak ada lagi korban pemerkosaan yang melakukan aborsi dengan cara yang tidak dibenarkan Undang-Undang dan akhirnya ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. | en_US |