dc.description.abstract | Suksesnya pelaksanaan pemilihan umum pada prinsipnya merupakan ceminan
suksesnya demokrasi di Indonesia. Salah satu unsur pelaksana suksesnya pemilihan
umum adalah kepala daerah baik kepala daerah di tingkat provinsi (Gubernur) maupun
kepala daerah di tingkat kabupaten (bupati) maupun di tingkat kota (walikota). Untuk
memberikan batasan terhadap permasalahan tersebut, dalam hal ini penulis akan menitik
beratkan pada pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Netralitas kepala daerah
mulai dipertanyakan seiring banyaknya laporan kepala daerah ke Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu). Setidaknya, menurut laporan media, hampir 50 pimpinan daerah
mulai dari bupati, wali kota, hingga gubernur diadukan atas dugaan pelanggaran
kampanye. Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, mengatakan kepala daerah dibolehkan
kampanye asalkan mengikuti aturan yang berlaku. Pemilihan Umum Tahun 2019 yang
lalu mempertemukan 2 (dua) kontestan calon presiden dan wakil presiden, yaitu Joko
Widodo dan Ma’ruf Amien untuk calon presiden pertama dan Prabowo Subianto dan
Sandiaga Uno untuk calon presiden kedua. Dukungan kepala daerah terhadap kedua
calon presiden tersebut memang tidak dapat dihindarkan karena kepala daerah juga
merupakan bagian dari partai politik yang iku memberikan dukungan pada calon
presiden dan wakil presiden tersebut. Namun demikian, netralitas kepala daerah dalam
hal ini mutlak harus dipertahankan, untuk mewujudkan pemilihan umum yang langsung,
umum, jujur dan adil. Rumusan masalah dalam hal ini : (1) Bagaimanakah bentuk
netralitas kepala daerah dalam pelaksanaan pemilihan umum presiden dan wakil
presiden ? dan (2) Bagaimanakah pengaturan ke depan terhadap kewenangan Bawaslu
dalam adanya pelanggaran berupa adanya ketidaknetralan dalam pemilihan umum
presiden dan wakil presiden ? Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini
menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan konseptual dan
pendekatan perundang-undangan. Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer,
sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini
menggunakan analisis normatif kualitatif.
Kesimpulan penelitian yang diperoleh antara lain adalah, Pertama, Pada
dasarnya kepala daerah yang menyatakan dukungannya dibolehkan sesuai dengan aturan
hukum yang berlaku. Hal itu mengingat mereka bertanggung jawab kepada rakyat
daerah secara keseluruhan. Pasal 59 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu misalnya mengatur hak kepala daerah berkampanye. Tapi ketentuan Pasal 60, 64,
serta 281 undang-undang yang sama juga mewajibkan kepala daerah cuti apabila ingin
ikut kampanye. Pasal 60 mengatur pejabat daerah yang berkampanye wajib
memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintah wilayahnya.
Kemudian Pasal 64 melarang mereka menggunakan fasilitas negara saat berkampanye.
Sedangkan Pasal 281 mengatakan kepala daerah wajib cuti di luar tanggungan negara
saat berkampanye. Kedua, Pada dasarnya kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan desa tidak boleh ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan
umum. Selain itu, juga kepala daerah tidak boleh membuat keputusan yang
menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu.
Dengan demikian, perlu dilihat kembali bagaimana kebijakan tersebut diwujudkan,
sehingga bisa dilihat apakah perbuatan kepala daerah tersebut memenuhi unsur-unsur
pelanggaran di atas atau tidak. Tindakan kepala daerah yang dengan sengaja membantu atau mendukung calon tertentu dalam Pemilu dengan membuat kebijakan agar
masyarakat memilih berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 termasuk
kategori tindak pidana Pemilu, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 490 Undang Undang
Nomor 7 Tahun. Dalam hal ini peranan Bawaslu diperlukan untuk menegakkan hukum
dalam tindak pidana pemilihan umum.
Saran yang diberikan bahwa, Ketidaknetralan kepala daerah masih terjadi
meskipun telah di terbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang juga mengatur
netralitas kepala daerah dalam pemilihan umum. Keterlibatan birokrasi pemerintahan
khususnya dalam keikutsertaan dalam Pemilihan Umum, dengan adanya keberpihakan
suatu oknum pemerintahan dalam penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil
presiden merupakan suatu bentuk dari ketidakadilan dalam Pemilu, dimana masih
adanya para oknum pemerintah daerah menggunakan kekuasaannya sebagai roda
penggerak dalam menyukseskan suatu kelompok dalam kancah perpolitikan. Untuk
mencegah keterlibatan kepala daerah dalam proses Pemilihan Umum panitia
pengawasan pemilu perlu melakukan pengawasan yang lebih intens serta tepat sasaran.
Bentuk pengawasan yang ideal untuk mencegah keterlibatan kepala daerah dalam proses
Pemilihan Umum yaitu dengan memberikan kewenangan langsung kepada Bawaslu
untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah yang terlibat dalam proses Pemilihan
Umum khususnya pemilihan umum presidern dan wakil presiden. | en_US |