dc.description.abstract | Kasus mengenai tindak pidana persetubuhan yang melibatkan anak semakin marak terjadi di dalam masyarakat dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Berdasarkan perbuatan terdakwa anak dalam putusan nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg yang melakukan persetubuhan terhadap anak di bawah umur penulis merasa tertarik mengkaji Putusan Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg karena terdapat dua permasalahan yang meliputi: (1) apakah unsur Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP yang menjadi dasar hukum hakim dalam menjatuhkan pidana telah sesuai dengan perbuatan pelaku?; dan (2) apakah hakim dalam memutuskan sanksi tindakan terhadap pelaku anak dalam putusan nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg sudah sesuai dengan tujuan pemidanaan?
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui kesesuaian unsur Pasal 81 ayat (2) UU nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP yang menjadi dasar hukum hakim dalam menjatuhkan pidana dalam putusan nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg dengan perbuatan pelaku; serta untuk mengetahui kesesuaian antara hakim dalam memutuskan sanksi tindakan terhadap pelaku anak dalam putusan nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg dengan tujuan pemidanaan. Agar tulisan tersebut menjadi sebuah karya ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan ada dua pendekatan masalah yang digunakan oleh penulis, yaitu pendekatan undang-undang (satatute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Selain dua pendekatan masalah tersebut, terdapat sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang selanjutnya dilakukan analisa hukum untuk menjawab rumusan masalah diatas.
Kesimpulan yang diperoleh oleh penulis dalam mengkaji Putusan nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg adalah Pertama, jika dilihat dari alasan hakim atas dasar hukum yang digunakan dalam menjatuhkan pidana tidak sesuai dengan
xiii
perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Anak.karena unsur Pasal yang menjadi dasar hukum hakim tidak terbukti yaitu unsur dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengnnya atau dengan orang lain. Kedua, penjatuhan sanksi tindakan terhadap anak dalam Putusan Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg kurang sesuai dengan teori tujuan pemidanaan. Teori yang paling sesuai dengan tujuan pemidanaan anak di Indonesia adalah teori relatif atau teori tujuan. Hal ini dikarenakan teori pemidanaan terhadap anak haruslah memperhatikan berbagai aspek, bukan hanya sekedar aspek kepentingan terdakwa tetapi juga kepentingan masyarakat dan korban.
Saran yang dapat diberikan oleh penulis yaitu Pertama, dalam mempertimbangkan rumusan delik dari dasar hukum yang digunakan hakim terkait perbuatan yang dilakukan terdakwa seharusnya hakim lebih cermat dan teliti, karena apabila melihat fakta yag terungkap dalam persidangan tidak ditemukan perbuatan terdakwa Anak yang memenuhi unsur dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengnnya atau dengan orang lain. Kedua, seharusnya dalam penjatuhan pidana terhadap anak hakim tidak hanya melihat kepentingan dari terdakwa Anak saja, tetapi juga harus mempertimbangkan kepentingan korban dan masyarakat. Bentuk sanksi tindakan terhadap anak di Indonesia tidak hanya berupa pengembalian kepada orang tua saja, masih ada sanksi tindakan lain yang lebih efektif memberikan pembinaan dan pendidikan kepada terdakwa
anak. | en_US |