dc.description.abstract | Terdakwa melakukan persetubuhan terhadap anak kandungnya sendiri
yang dilakukan secara berlanjut ketika korban dari SD kelas 5 (lima) sampai ia
berumur 17 (tujuh belas) tahun. Tepatnya kejadian itu di Semarang pada tahun
2007 sampai dengan tanggal 5 Mei 2014 atau selama 7 (tujuh) tahun telah terjadi
tindak pidana persetubuhan oleh orang tua terhadap anak kandung. Bahwa
terdapat Visum Et Repertum Nomor: R/105/VER/IX/2014/Rumkit, atas nama
saksi korban dan barang bukti berupa VCD rekaman CCTV. Berdasarkan latar
belakang tersebut penulis tertarik untuk mengkaji terkait analisis putusan
pemidanaan terhadap orang tua yang melakukan tindak pidana persetubuhan
terhadap anak kandung dalam studi putusan dan mengangkatnya dalam bentuk
skripsi dengan judul Analisis Putusan Pemidanaan Terhadap Orang Tua Yang
Melakukan Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Kandung dalam Studi
Putusan Nomor:288/Pid.Sus/2014/PN.Smg. Permasalahan yang diangkat penulis
dalam skripsi ini adalah Pertama apakah sudah sesuai unsur pasal yang di
dakwaan dalam Putusan Nomor: 288/Pid.Sus/2014/PN.Smg. Kedua apakah
pertimbangan hakim dalam putusan nomor: 288/Pid.Sus/2014/PN.Smg. telah
tepat menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa. Tujuan penelitian skripsi ini
yaitu pertama untuk mengkaji dan memahami sesuai atau tidak surat dakwaan
yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Putusan
Nomor:288/Pid.Sus/2014/PN.Smg dan yang kedua untuk mengkaji dan
memahami pertimbangan hakim dalam Putusan
Nomor:288/Pid.Sus/2014/PN.Smg. telah tepat menjatuhkan pidana penjara
terhadap terdakwa. Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian
skripsi ini yaitu yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundangundangan dan pendekatan konseptual.Hasil penelitian bahwa dalam putusan
nomor:288/Pid.Sus/2014/PN.Smg. penulis meneliti bahwa Jaksa Penuntut Umum
mendakwakan terdakwa melanggar Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Jo.Pasal 64 ayat (1) KUHP, atau ketiga.Padahal awalnya Jaksa Penuntut Umum mendakwakan terdakwa dengan Pasal 81 UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, Jo.Pasal 64 ayat (1) KUHP.Kemudian tedapat
saksi yang tidak disumpah ketika memberikan keterangannya di depan sidang
Pengadilan Negeri Semarang.
Dengan demikian, kedua rumusan masalahdiatasdapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut pertama bahwaJaksa Penuntut Umum harus lebih jelas
menguraikan unsur pasal secara keseluruhan dalam mendakwakan terdakwa Setia
Budi Purwatan Bin Ramli Purwatan (Alm) sebagaiamana bentuk surat dakwaan
alternative kesatu Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, Atau kedua Pasal 82
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 64
ayat (1) KUHP, Atau ketiga melanggar Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Jo Pasal 64 ayat (1)
KUHP.Kedua hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan sebagaimana Pasal 81 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Jo Pasal 64
ayat (1) KUHP, serta telah tepat dalam menjatuhkan pidana penjara terhadap
terdakwa yaitu 11 (sebelas) tahun 6 (enam) bulan. Namun seyogyanya hakim
memberikan pemberatan pidana ditambah 1/3 (sepertiga) dalam Pasal 81 ayat (3)
Undang-Undang Nomor Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Jo
Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Saran dalam penulisan skripsi ini yaitu kesatu berdasarkan Pasal 143 ayat
(2) KUHAP dan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE004//JA/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Dalam Putusan Nomor:
288/Pid.Sus/2014/PN.Smg. seharusnya JaksaPenutut Umum lebih cermat,
lengkap, dan jelas dalam membuat surat dakwaan. Dalam menyusun surat
dakwaan harus cermat dan teliti terutama penerapan peraturan perundangundangan yang berlaku agar tidak terjadi kekeliruan seperti dalam surat dakwaan
nomor reg.perk;pdm-246/Semar/euh.2/11/2014 perbuatan terdakwa diancam
pidana atau ketiga Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sehinggadakwaan menjadi kabur
(obscuur libel) dan surat dakwaan batal demi hukum. Kedua hakim itu juga harus
menyertakan pemberatan pidana khusus oang tua ditambah 1/3 (sepertiga) dari
ancaman pidana sebagaimana Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak.Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.yaitu tindak pidana
persetubuhan oleh ayah terhadap anak kandung. Dengan adanya sanksi hukum
pidana yang lebih berat terhadap pelaku tindak pidanaagar perlindunganhukum
terhadap anak dapat terjamin kedepannya. | en_US |