dc.description.abstract | Anak merupakan suatu kelompok yang rentan terhadap suatu tindak
pidana. Anak-anak adalah generasi harapan untuk dapat memajukan bangsa dan
negara, oleh karena itu perlindungan yang melibatkan anak yang berhadapan
dengan hukum perlu diberikan. Filosofinya UU Perlindungan Anak dan UU SPPA
telah dapat memberikan perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum.
Dengan adanya kedua peraturan perundang-undangan tersebut merupakan suatu
arahan bagi penegak hukum untuk memberikan bentuk perlindungan hukum
kepada anak yang sedang berhadapan dengan hukum. Dalam putusan pengadilan
Nomor 08/Pid.Sus.Anak/2017/PN.Pbr seorang anak yang bernama AD divonis
pidana penjara dan denda atas tindak pidana persetubuhan dengan anak korban M,
berdasarkan ketentuan UU SPPA apabila anak diancam pidana berupa penjara dan
denda maka pidana denda diganti dengan pidana pelatihan kerja, dan untuk
penangan kepada anak korban UU Perlindungan Anak memberikan perlindungan
hukum yang dapat langsung menyentuh kepentingan dari korban, tetapi di dalam
putusan pengadilan hanya memberikan pemidanaan kepada pelaku anak.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Penulis mengangkat dua rumusan
masalah dalam penelitian skripsi ini, yaitu: Pertama, Apakah penjatuhan pidana
penjara dan denda secara kumulatif sudah sesuai dengan ketentuan sistem
pemidanaan dalam Pasal 71 Ayat (3) UU SPPA dan apa akibat hukumnya; Kedua,
Apakah putusan pemidanaan Nomor 08/Pid.Sus.Anak/2017/PN.Pbr sudah
menerapkan perlindungan hukum terhadap anak korban sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 69A UU Perlindungan Anak dan Pasal 6 Ayat (1) UU Saksi dan
Korban.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian penjatuhan pidana
penjara dan denda secara kumulatif dengan ketentuan sistem pemidanaan Pasal 71
Ayat (3) UU SPPA, dan menganalisis perlindungan hukum kepada anak korban
(putusan Nomor 08/Pid.Sus.Anak/2017/PN.Pbr) diitinjau dari Pasal 69A UU
Perlindungan Anak dan Pasal 6 Ayat (1) UU Saksi dan Korban. Metode penelitian
dalam penelitian skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif. Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang
digunakan pada penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Tipe penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian skripsi ini
adalah Yuridis Normatif.
Hasil dari penelitian di atas adalah : Pertama, vonis menjatuhkan pidana
kepada anak AD 3 (tiga) tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp60.000.000
(enam puluh juta rupiah) secara kumulatif terhadap anak pelaku dalam Putusan
Nomor 08/Pid.Sus.Anak/2017/PN.Pbr tidak sesuai dengan aturan Pemidanaan
Pasal 71 Ayat (3) UU SPPA yang melarang penjatuhan pidana penjara dan denda
secara kumulatif, dengan ketentuan pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.
Terhadap Putusan yang tidak menerapkan Pasal 71 Ayat (3) UU SPPA tidak
diatur mengenai akibat hukumnya. Namun terpidana dapat mengajukan Upaya
Hukum Banding (Pasal 233 KUHAP); Kedua, Pemidanaan dalam Putusan PN
Pekanbaru Nomor 08/Pid.Sus.Anak/2017/PN.Pbr hanya memberikan
perlindungan yang bersifat abstrak kepada anak korban dalam bentuk penjatuhan
pidana terhadap anak pelaku. Sementara dengan mengacu ketentuan Pasal 69A
UU Perlindungan Anak, dikaitkan dengan Pasal 6 Ayat (1) UU Saksi dan Korban
memungkinkan bagi hakim untuk memberikan perlindungan yang bersifat konkrit
sesuai dengan kebutuhan korban diantaranya berupa Rehabilitasi sosial,
pendampingan psikososial, dan pemberian edukasi tentang kesehatan reproduksi,
nilai agama dan nilai kesusilaan.
Saran pada penelitian skripsi ini, Pertama, JPU yang diberi kewenangan
penuntutan dan Hakim sebagai pemutus perkara seyogyanya mampu mewujudkan
prinsip-prinsip perlindungan hukum terhadap anak pelaku, yakni menerapkan
sanksi yang tepat terhadap anak (Pasal 64 Ayat (2) UU SPPA) dan mereapkan
ultimo remedium penggunaan pidana penjara; Kedua, dalam UU Perlindungan
Anak, UU Saksi dan Korban mengatur perlindungan hukum baik yang bersifat
abstrak dan konkrit terhadap anak korban. Hak-Hak korban tersebut seyogyanya
diberikan tidak hanya melalui putusan pengadilan sajam namun pada semua
tahapan proses peradilan (penyidikan, penuntutan, peradilan) | en_US |